Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) memperkirakan tingkat ancaman terhadap spesies orangutan akan m...
Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre
(YOSL-OIC) memperkirakan tingkat ancaman terhadap spesies orangutan akan
meningkat pada 2019. Untuk itu mereka menilai, konservasi terhadap
satwa dilindungi tersebut terus dilakukan secara serius.
Penyelamatan Satwa - Direktur YOSL-OIC, Panut Hadisiswoyo mengungkapkan, tingkat ancaman terhadap orangutan masih didominasi oleh tingkat perambahan habitat orangutan. Tak hanya itu, selain orangutan ancaman kepada satwa dilindungi lainnya juga masih tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun, selama 2017, YOSL-OIC telah mengevakuasi enam orangutan yang habitatnya tergusur. Selain itu, mereka juga menyita dua ekor orangutan yang diserahkan masyarakat.
Bahkan tahun ini, mereka juga mengevakuasi enam ekor orangutan. Namun pada jumlah sitaan meningkat menjadi tiga ekor. "Itu data di Sumatera Utara. Mayoritas kita dapat di Langkat," ujar Panut, Selasa (22/1).
Panut menilai, tindak pidana perburuan dan perambahan hutan masih mengintai kelangsungan hidup orangutan.
"Penilaian kami, pekerjaan konservasi ini tidak bisa berhenti. Karena kalau idealnya, kita tidak lagi patroli; kita tidak lagi evakuasi; rescue; menyita. Itu kondisi idealnya," katanya.
Dijelaskan Panut, bukaan hutan juga mengalami penigkataan di tahun ini. Artinya, tingkat fragmentasi habitat satwa juga semakin tinggi.
"Ada potensi bukaan hutan yang berpotensi menambah tingkat ancaman. Misalnya, Jalan Karo-Langkat itu sudah di Hot-Mix. Kalau tidak ada pengawasan yang ketat, maka akan ada perambahan di sekitar jalan dan sebenarnya sudah terjadi di Tahuranya," terangnya.
Namun disisi lain, YOSL-OIC melihat hal positif. Khususnya pada blok hutan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Besitang. Kawasan yang terkenal menjadi sentral perambahan kini tidak ditemukan penambahan pada perambahan hutan.
"Artinya kerja keras kita di tahun sebelumnya bersama BBTNGL membawa hal yang positif," katanya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, selain orangutan yang mereka sita dari masyarakat pedesaan. Namun di Aceh, teranyata ada juga beberapa yang disita dari pejabat yang memeliharanya.
Untuk itu, proses penyadaran masyarakat terhadap pentingnya orangutan terus dilakukan. Sehingga, kesadaran masyarakat semakin tinggi.
"Sekarang ini indikasinya, masyarakat sudah cukup sadar untuk memberitahukan ada orangutan ke tim kita. Jadi responnya cukup cepat. Potensi pengambilan orangutan ketika berkonflik dengan manusia semakin rendah. Karena tingkat kesadarannya makin tinggi," pungkasnya.
Penulis: Thomas Aquinus | Trubus Life
Penyelamatan Satwa - Direktur YOSL-OIC, Panut Hadisiswoyo mengungkapkan, tingkat ancaman terhadap orangutan masih didominasi oleh tingkat perambahan habitat orangutan. Tak hanya itu, selain orangutan ancaman kepada satwa dilindungi lainnya juga masih tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun, selama 2017, YOSL-OIC telah mengevakuasi enam orangutan yang habitatnya tergusur. Selain itu, mereka juga menyita dua ekor orangutan yang diserahkan masyarakat.
Bahkan tahun ini, mereka juga mengevakuasi enam ekor orangutan. Namun pada jumlah sitaan meningkat menjadi tiga ekor. "Itu data di Sumatera Utara. Mayoritas kita dapat di Langkat," ujar Panut, Selasa (22/1).
Panut menilai, tindak pidana perburuan dan perambahan hutan masih mengintai kelangsungan hidup orangutan.
"Penilaian kami, pekerjaan konservasi ini tidak bisa berhenti. Karena kalau idealnya, kita tidak lagi patroli; kita tidak lagi evakuasi; rescue; menyita. Itu kondisi idealnya," katanya.
Dijelaskan Panut, bukaan hutan juga mengalami penigkataan di tahun ini. Artinya, tingkat fragmentasi habitat satwa juga semakin tinggi.
"Ada potensi bukaan hutan yang berpotensi menambah tingkat ancaman. Misalnya, Jalan Karo-Langkat itu sudah di Hot-Mix. Kalau tidak ada pengawasan yang ketat, maka akan ada perambahan di sekitar jalan dan sebenarnya sudah terjadi di Tahuranya," terangnya.
Namun disisi lain, YOSL-OIC melihat hal positif. Khususnya pada blok hutan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Besitang. Kawasan yang terkenal menjadi sentral perambahan kini tidak ditemukan penambahan pada perambahan hutan.
"Artinya kerja keras kita di tahun sebelumnya bersama BBTNGL membawa hal yang positif," katanya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, selain orangutan yang mereka sita dari masyarakat pedesaan. Namun di Aceh, teranyata ada juga beberapa yang disita dari pejabat yang memeliharanya.
Untuk itu, proses penyadaran masyarakat terhadap pentingnya orangutan terus dilakukan. Sehingga, kesadaran masyarakat semakin tinggi.
"Sekarang ini indikasinya, masyarakat sudah cukup sadar untuk memberitahukan ada orangutan ke tim kita. Jadi responnya cukup cepat. Potensi pengambilan orangutan ketika berkonflik dengan manusia semakin rendah. Karena tingkat kesadarannya makin tinggi," pungkasnya.
Penulis: Thomas Aquinus | Trubus Life