Ego sektoral, penerbitan izin yang diduga serampangan, hingga pengawasan yang sangat lemah membuat aktivitas pertambangan selalu berhadap-h...
Ego sektoral, penerbitan izin yang diduga serampangan, hingga pengawasan yang sangat lemah membuat aktivitas pertambangan selalu berhadap-hadapan dengan ancaman kerusakan lingkungan.
PortalHijau - Koordinasi Supervisi (Korsup) Pengelolaan Sektor Mineral dan Batubara (Minerba) yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menargetkan isu tambang dikelola dengan skema beyond corruption.
Porsi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terutama diminta sama besarnya dengan Kmenterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekali pemberi izin. Demikian juga dengan Kementerian Keuangan untuk memberi pertimbangan kewajiban keuangan perusahaan tambang dan Kementerian Sosial untuk menyelesaikan gesekan sosial di lahan tambang.
Separah apa kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang? Bagaimana KLHK menyikapi kronik persoalan pertambangan?
Berikut wawancara khusus wartawan CNN Indonesia Riva Dessthania Suastha dengan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah, 5 September 2016:
Aktivitas pemindahan material batubara ke dalam kapal tongkang di areal perusahaan batubara di Desa Bakungan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Kamis (25/8/2016). (CNN Indonesia/Safir Makki)
KLHK membuat kajian valuasi ekonomi yang disebut merugikan dari berbagai aspek hingga nilainya mencapai ribuan triliun di sembilan kabupaten, apa yang sebenarnya terjadi?
Jika dilihat dari nilai kerusakan lingkungan dan dampak sosial, keuntungan ekonomi dari kegiatan pertambangan memang jauh sekali. Tidak sepadan. Keuntungan ekonomi hanya dirasakan jangka pendek dan tidak akan berkelanjutan. Dari sembilan wilayah pertambangan yang kami tinjau (Kabupaten Bangka Barat, Belitung Timur, Bogor, Kanowe Utara, Morowali, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Kutai Kartanegara, Kutai Timur) hanya satu lokasi yakni Kabupaten Bogor yang memiliki nilai valuasi ekonomi dan manfaat positif sebesar Rp4,9 triliun. Sisanya negatif atau minus. Maka itu pertambangan jangan dijadikan tulang punggung pendapatan negara. Masih banyak sumber lain yang bisa dimanfaatkan seperti perikanan, non-migas, kehutanan, dan pariwisata. Kalau dikelola dengan baik dan produktif pasti bisa menjadi tulang punggung perekonomian. Di mana pun jarang sekali pertambangan memberi manfaat optimal. Belum ada kegiatan pertambangan yang berhasil mensejaterahkan masyarakat seutuhnya. Banyak lokasi pertambangan sudah dieksploitasi lalu ditinggalkan, akhirnya menjadi 'kota hantu'.
Pertambangan batubara di dekat permukiman warga secara ekonomi disebut tidak menguntungkan jika dibanding kewajiban lingkungan yang dibebankan kepada perusahaan. Bagaimana temuan KLHK?
Sebenarnya lagi-lagi tidak hanya tambang. Semua potensi harus dibangun sesuai dengan peruntukan. Kalau disepakati daerah tersebut layak dimanfaatkan sebagai wilayah pertambangan, kenapa tidak? Tapi kalau tambang yang ada di lokasi tidak sesuai dengan lahan peruntukan, seharusnya sejak pengajuan analisis dampak lingkungan (amdal) tidak boleh diproses. Kriteria Wilayah Pertambangan (WP) sebetulnya ada ketentuan teknisnya. WP harus memiliki cadangan geologis, secara ekonomi kandungannya cukup, dan tidak berada di hutan lindung. Pada UU 41 disebutkan, tambang di hutan lindung boleh sepanjang tidak terbuka, jadi underground mining. Kalau menyangkut hutan ada aturan pinjam pakai, ada tambahan syarat.
Apakah kewajiban reklamasi dan pascatambang perusahaan tidak cukup untuk membendung kerugian lingkungan dan sosial?
Tambang memang mengenal dana reklamasi, perusahaan mendepositkan dana untuk ancang-ancang kalau tidak sanggup melakukan reklamasi. Sekarang apa masalahnya? Umumnya yang kami evaluasi selalu mendasarkan pada kegiatan tambang. Perusahaan tambang batubara berdalih bahwa skema penambangan seperti cincin memutar sehingga mereka beralasan tidak bisa menutup lubang karena pertambangan masih berjalan. Akhirnya bisa dilihat di Samarinda, dan Kalimantan Timur secara umum, ada sekitar 80 perusahaan yang masing-masing memiliki dua atau tiga lubang menganga. Alasannya, masih mengerjakan penggalian sehingga belum bisa reklamasi.
BLH Pemprov Kaltim dan Kota Samarinda mengatakan, Permen LH Nomor 4/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan telah melegalkan banyak lubang tambang tanpa ditutup, tanggapan Anda?
Dulu Permen disiapkan oleh teman-teman Deputi Kerusakan Lingkungan. Waktu itu memang tidak melihat secara kumulatif. Yang mereka sampaikan waktu itu hanya selama tidak lebih dari 20 persen. Mereka berpikir, kegiatan pertambangan bisa gali terus tutup lubang saja, padahal di lapangan berbeda. Permen itu sifatnya sangat teoritis dan harus direvisi, mungkin mulai tahun depan.
KPK ingin menggagas agar penetapan status Clean and Clear (CnC) untuk IUP pertambangan tidak hanya menggunakan parameter Kementerian ESDM seperti yang selama ini terjadi. KPK ingin KLHK, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Sosial dilibatkan untuk memberi penilaian kepada perusahaan sebelum ditetapkan menjadi CnC. Anda sependapat?
Setuju. Awalnya memang betul artinya CnC itu menghindari pemanfaatan ganda pada satu lahan, karena banyak sekali temuan IUP-IUP berasal dari Kementerian ESDM, lahan mereka bertabrakan dengan IUP yang diterbitkan pemda. Dulu Inspektur Jenderal KLHK Imam Hendargo Abu Ismoyo mengajukan, pemberian predikat CnC tidak sebatas izin administratif tapi harus memastikan kegiatan penambangan itu green, punya amdal dan dokumen lingkungan. Kami juga minta hasil penilaian dan evaluasi kami diperhitungan dalam pertimbangan pemberian predikat CnC pada perusahaan.
Apakah secara resmi KPK atau Kementerian ESDM telah meminta KLHK ikut memberikan penilaian CnC ini kepada perusahaan tambang?
Kami selalu diundang ke lapangan. Jika penilaian dan evaluasi, perwakilan KLHK pasti ada. Mulai tahun 2013 kami sudah turut serta dalam memberikan predikat green khususnya pada perusahaan tambang.
Menurut Anda, apa yang harus dilakukan agar pertambangan batubara tidak meninggalkan dampak buruk terlalu besar bagi lingkungan?
Izin harus benar, letak lahan tambang berada pada WP yang semestinya, ada dokumen lingkungan dan dilaksanakan. Seperti PT Bukit Asam (Persero) Tbk di Sumatera Selatan itu mengikuti kaidah lingkungan. Dan lagi-lagi penekanannya, jangan jadikan pertambangan sebagai tulang punggung ekonomi negara.
Agar aktivitas pertambangan tidak menjadi persoalan, harus bisa membawa keuntungan ekonomi dan dapat diterima masyarakat sekitar, Bagaimana sejauh ini?
Saya pernah ikut training di Australia dan Malaysia. Pemerintah mereka punya perencanaan pemanfaatan lahan pascatambang. Dari awal pengusaha dan pemerintah tahu persis langkah yang dilakukan untuk bisa memenuhi perencanaan pemanfaatan pascatambang. Banyak lahan pascatambang banyak yang nerhasil dikembangkan sebagai perkebunan, reservoir, dan lahan wisata. Di Indonesia kebanyakan itu perencanaan pascatambang dipikirkan belakangan. Jadi memang pemerintah dan perusahaan terlambat menyadari bahwa perencanaan pemanfaatan pascatambang penting dan harus matang. Tambang dan pascatambang harus win win solution dan umumnya belum berjalan di Indonesia.
Penulis: Riva Dessthania Suastha & Rosmiyati Dewi Kandi