Anggrek merupakan salah satu bunga eksotis asal Indonesia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan sangat prospektif untuk ...
Anggrek merupakan salah satu bunga eksotis asal Indonesia yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan sangat prospektif untuk
dibudidayakan. Tingginya permintaan anggrek dan cakupan ekspor yang luas
membuatnya dikagumi para pebisnis. Hingga Jepang, Australia dan
Singapura menjadi mitra ekspor bunga eksotis ini.
Perkembangan ekspor yang tinggi tidak memungkiri negara kita untuk melakukan impor dari negara-negara produsen anggrek. Ekspor dan impor anggrek dibagi menjadi dua, yaitu ekspor dan impor untuk bibit atau anakan anggrek (Kode HS 0602902000) dan untuk tanaman anggrek, termasuk di dalamnya anggrek segar (Kode HS 0603130000), serta anggrek potongan (Kode HS 0602101000 dan 0602901000).
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat ekspor anggrek Indonesia selama periode 2000-2014 sebagian besar dalam bentuk tanaman anggrek. Yang dikirim Jepang sebesar 41.15 persen, Australia sebesar 27,82 persen, Singapore sebesar 21,44 persen, dan kurang dari 10 persen dari total ekspor dikirim ke Taiwan, Emirat Arab, Qatar, Malaysia, dan Thailand.
Data terpisah diperoleh dari Kementerian Perdagangan untuk tahun 2015, tercatat total ekspor anggrek ke negara tujuan ekspor sebesar 17 301 kg di mana ekspor ke Singapura sebesar 53.5 persen, Jepang sebesar 46.2 persen dan ke Australia sebesar 0.3 persen dari total ekspor. Nilai ekspor tahun 2015 tercatat US$ 151 490. Namun di tahun yang sama Indonesia melakukan impor sebanyak 8 583 kg dengan nilai impor sebesar US$ 20 634.
Volume ekspor anggrek tersebut didominasi oleh tanaman anggrek. Tidak hanya itu, kita pernah melakukan ekspor bibit anggrek pada tahun 2002, namun pada tahun setelahnya hingga tahun 2011 kosong atau dengan kata lain kita tidak mampu mengekspor bibit anggrek. Setelah kosong beberapa tahun, kita mampu mengekspor bibitlagi pada tahun 2012 sampai 2014 berkisar 54 972 kg, dan jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan ekspor tanaman anggrek itu sendiri.
Namun, jika dilihat secara keseluruhan total nilai ekspor anggrek nasional pada periode 2000 sampai 2014 rata-rata penurunan ekspor sebesar 1.4 persen tiap tahun. Sama halnya dengan nilai ekspor total tanaman anggrek, nilai ekspor bibit anggrek pada periode tersebut juga mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan mencapai 4.31 persen tiap tahun.
Berbeda dengan nilai ekspor anggrek yang sebagian besar dalam bentuk tanaman, nilai impor anggrek sebagian besar dalam bentuk bibit anggrek. Perkembangan nilai impor anggrek secara keseluruhan pada periode 2000 sampai 2014 mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan sebesar 37.12 persen setiap tahunnya. Dan persentase untuk impor bibit anggrek sebesar 61.57 persen.
Meskipun nilai ekspor mengalami peningkatan, namun dari sisi volume impor mengalami penurunan sebesar 17.08 persen. Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan harga impor anggrek yang masuk ke Indonesia. Di tahun 2014, impor anggrek berasal dari Taiwan senilai US$ 56.90 ribu atau 51.52 persen, kemudian Thailand dengan nilai impor US$ 34.13 ribu atau 30.90 persen dan yang terakhir dari Jepang dengan nilai impor US$ 19.41 ribu atau 17.58 persen dari total nilai impor anggrek Indonesia.
Dalam perdagangan tanaman anggrek secara global, Indonesia memiliki kinerja dan potensi yang baik. Namun sebaliknya, untuk posisi bibit atau anakan anggrek, kita mengalami defisit. Tergambar dari nilai impor yang tinggi.
Sedangkan volume ekspor tanaman anggrek Indonesia yang berkecenderungan turun sementara nilai dan neraca ekspor perdagangan tanaman anggrek Indonesia yang cukup baik kinerjanya, dapat menunjukkan bahwa tanaman anggrek adalah komoditas perdagangan dunia yang cukup menjanjikan bagi Indonesia. Namun di sisi lain, kinerja perdagangan bibit anggrek Indonesia yang defisit menunjukkan Indonesia belum mampu menciptakan bibit anggrek sendiri.
Ketidakmampuan Menciptakan Bibit Angrek
Masih tingginya nilai impor dan ketidakmampuan Indonesia untuk dapat menciptakan bibit anggrek membuat kita meringis. Sebab, dari 25 000 spesies anggrek di dunia, Indonesia memiliki kurang lebih 5 000 spesies anggrek yang tumbuh secara alami di daerah Sumatera hingga Papua dan sekitar kurang lebih 2 000 spesies berada di tanah Papua. Karena hal tersebut, Indonesia dinobatkan sebagai salah satu negara terkaya akan ragam spesies anggrek. Jumlah spesies anggrek kita jauh lebih banyak dibandingkan dengan negara Singapura, Thailand dan Taiwan yang juga merupakan produsen anggrek.
Perkembangan ekspor yang tinggi tidak memungkiri negara kita untuk melakukan impor dari negara-negara produsen anggrek. Ekspor dan impor anggrek dibagi menjadi dua, yaitu ekspor dan impor untuk bibit atau anakan anggrek (Kode HS 0602902000) dan untuk tanaman anggrek, termasuk di dalamnya anggrek segar (Kode HS 0603130000), serta anggrek potongan (Kode HS 0602101000 dan 0602901000).
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat ekspor anggrek Indonesia selama periode 2000-2014 sebagian besar dalam bentuk tanaman anggrek. Yang dikirim Jepang sebesar 41.15 persen, Australia sebesar 27,82 persen, Singapore sebesar 21,44 persen, dan kurang dari 10 persen dari total ekspor dikirim ke Taiwan, Emirat Arab, Qatar, Malaysia, dan Thailand.
Data terpisah diperoleh dari Kementerian Perdagangan untuk tahun 2015, tercatat total ekspor anggrek ke negara tujuan ekspor sebesar 17 301 kg di mana ekspor ke Singapura sebesar 53.5 persen, Jepang sebesar 46.2 persen dan ke Australia sebesar 0.3 persen dari total ekspor. Nilai ekspor tahun 2015 tercatat US$ 151 490. Namun di tahun yang sama Indonesia melakukan impor sebanyak 8 583 kg dengan nilai impor sebesar US$ 20 634.
Volume ekspor anggrek tersebut didominasi oleh tanaman anggrek. Tidak hanya itu, kita pernah melakukan ekspor bibit anggrek pada tahun 2002, namun pada tahun setelahnya hingga tahun 2011 kosong atau dengan kata lain kita tidak mampu mengekspor bibit anggrek. Setelah kosong beberapa tahun, kita mampu mengekspor bibitlagi pada tahun 2012 sampai 2014 berkisar 54 972 kg, dan jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan ekspor tanaman anggrek itu sendiri.
Namun, jika dilihat secara keseluruhan total nilai ekspor anggrek nasional pada periode 2000 sampai 2014 rata-rata penurunan ekspor sebesar 1.4 persen tiap tahun. Sama halnya dengan nilai ekspor total tanaman anggrek, nilai ekspor bibit anggrek pada periode tersebut juga mengalami penurunan dengan rata-rata penurunan mencapai 4.31 persen tiap tahun.
Berbeda dengan nilai ekspor anggrek yang sebagian besar dalam bentuk tanaman, nilai impor anggrek sebagian besar dalam bentuk bibit anggrek. Perkembangan nilai impor anggrek secara keseluruhan pada periode 2000 sampai 2014 mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan sebesar 37.12 persen setiap tahunnya. Dan persentase untuk impor bibit anggrek sebesar 61.57 persen.
Meskipun nilai ekspor mengalami peningkatan, namun dari sisi volume impor mengalami penurunan sebesar 17.08 persen. Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan harga impor anggrek yang masuk ke Indonesia. Di tahun 2014, impor anggrek berasal dari Taiwan senilai US$ 56.90 ribu atau 51.52 persen, kemudian Thailand dengan nilai impor US$ 34.13 ribu atau 30.90 persen dan yang terakhir dari Jepang dengan nilai impor US$ 19.41 ribu atau 17.58 persen dari total nilai impor anggrek Indonesia.
Dalam perdagangan tanaman anggrek secara global, Indonesia memiliki kinerja dan potensi yang baik. Namun sebaliknya, untuk posisi bibit atau anakan anggrek, kita mengalami defisit. Tergambar dari nilai impor yang tinggi.
Sedangkan volume ekspor tanaman anggrek Indonesia yang berkecenderungan turun sementara nilai dan neraca ekspor perdagangan tanaman anggrek Indonesia yang cukup baik kinerjanya, dapat menunjukkan bahwa tanaman anggrek adalah komoditas perdagangan dunia yang cukup menjanjikan bagi Indonesia. Namun di sisi lain, kinerja perdagangan bibit anggrek Indonesia yang defisit menunjukkan Indonesia belum mampu menciptakan bibit anggrek sendiri.
Ketidakmampuan Menciptakan Bibit Angrek
Masih tingginya nilai impor dan ketidakmampuan Indonesia untuk dapat menciptakan bibit anggrek membuat kita meringis. Sebab, dari 25 000 spesies anggrek di dunia, Indonesia memiliki kurang lebih 5 000 spesies anggrek yang tumbuh secara alami di daerah Sumatera hingga Papua dan sekitar kurang lebih 2 000 spesies berada di tanah Papua. Karena hal tersebut, Indonesia dinobatkan sebagai salah satu negara terkaya akan ragam spesies anggrek. Jumlah spesies anggrek kita jauh lebih banyak dibandingkan dengan negara Singapura, Thailand dan Taiwan yang juga merupakan produsen anggrek.
Hal tersebut sebenarnya merupakan potensi bagi bangsa Indonesia.
Keanekaragaman anggrek yang kita miliki harus tetap dilindungi, bahkan
kita harus membudidayakannya agar tidak terancam punah. Beberapa cara
yang dapat dilakukan agar dapat mengembangkan dan mempertahankan anggrek
antara lain pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah, perakitan
varietas baru dan teknologi perbanyakan masal.
Kementan mencatat luas panen anggrek saat ini sekitar 150 hektar yang tersebar di beberapalokasi. Meskipun dalam lima tahun terakhir perkembangan luas panen anggrek menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 0.86 persen, namun perkembangan produksinya meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.19 persen.
Meskipun demikian, terjadi peningkatan produktivitas anggrek hinggatahun 2014 yaitu sebesar 13.39 tangkai per meter persegi, dengan rata-rata peningkatan sebesar 14.78 persen setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi budidaya anggrek sudah meningkat baik dan dapat dilaksanakan sampai ketingkat petani anggrek, agar kita tidak hanya dapat memproduksi tanaman anggrek tetapi juga bisa menciptakan bibit anggrek yang berkualitas dan mampu berdaya saing.
Dari data yang telah ada, kita dapat memperoleh perhitungan proyeksi produksi dengan analisis deret waktu (timeseries). Kriteria pemilihan model MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation) yang terkecil. Hasil produksi anggrek nasional diproyeksikan akan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 3.71 persen, sementara sasaran Rencana Kerja Strategis (Renstra) tahun 2015-2019 pertumbuhan rata-rata mencapai 4.64 persen. Pada tahun 2015 produksi anggrek nasional diproyeksikan akan mencapai 20.47 juta tangkai, sedangkan sasaran Renstra mencapai 21.69 juta tangkai atau selisih 1.22 juta tangkai(5.62 persen).
Hingga tahun 2019 proyeksi produksi akan mencapai23.68 juta tangkai atau dapat dikatakan lebih kecil dari sasaran renstra yaitu 28,00 juta tangkai atau selisih 2.32 juta tangkai (8.94 persen). Proyeksi produksi tahun 2015-2019 telah mendekati angka 91 persen hingga 94 persen bila dibandingkan dengan angka sasaran renstra tahun 2015-2019.
Proyeksi yang dilakukan oleh Kementan memberikan gambaran cerah bagi bisnis anggrek Indonesia ke depannya. Oleh karena itu, untuk mendukung dan mewujudkan proyeksi tersebut maka dibutuhkan dukungan dalam bentuk investasi yang luas dalam bidang hortikultura khususnya anggrek.
Dalam upaya menarik investasi untuk pengembangan anggrek, dibutuhkan berbagai dukungan kebijakan, antara lain: rangkaian modal investasi, proteksi bea masuk, insentif ekspor, peniadaan pungutan, kemudahan perizinan termasuk CITES (Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), keringanan pajak, kemudahancargo dan transportasi udara, penyediaan pendingin di bandara, kemudahan ekspor, pembebasan bea masuk untuk alat dan bahan bahan kimia yang digunakan untuk pengembangan agri bisnis anggrek serta membangun sistem kemitraan. ***
Oleh: Fika Harini Sinaga
Penulis merupakan peneliti sekaligus mahasiswa Pascasarjana Program Magister Sains Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB)*
Kementan mencatat luas panen anggrek saat ini sekitar 150 hektar yang tersebar di beberapalokasi. Meskipun dalam lima tahun terakhir perkembangan luas panen anggrek menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 0.86 persen, namun perkembangan produksinya meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.19 persen.
Meskipun demikian, terjadi peningkatan produktivitas anggrek hinggatahun 2014 yaitu sebesar 13.39 tangkai per meter persegi, dengan rata-rata peningkatan sebesar 14.78 persen setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi budidaya anggrek sudah meningkat baik dan dapat dilaksanakan sampai ketingkat petani anggrek, agar kita tidak hanya dapat memproduksi tanaman anggrek tetapi juga bisa menciptakan bibit anggrek yang berkualitas dan mampu berdaya saing.
Dari data yang telah ada, kita dapat memperoleh perhitungan proyeksi produksi dengan analisis deret waktu (timeseries). Kriteria pemilihan model MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation) dan MSD (Mean Squared Deviation) yang terkecil. Hasil produksi anggrek nasional diproyeksikan akan meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 3.71 persen, sementara sasaran Rencana Kerja Strategis (Renstra) tahun 2015-2019 pertumbuhan rata-rata mencapai 4.64 persen. Pada tahun 2015 produksi anggrek nasional diproyeksikan akan mencapai 20.47 juta tangkai, sedangkan sasaran Renstra mencapai 21.69 juta tangkai atau selisih 1.22 juta tangkai(5.62 persen).
Hingga tahun 2019 proyeksi produksi akan mencapai23.68 juta tangkai atau dapat dikatakan lebih kecil dari sasaran renstra yaitu 28,00 juta tangkai atau selisih 2.32 juta tangkai (8.94 persen). Proyeksi produksi tahun 2015-2019 telah mendekati angka 91 persen hingga 94 persen bila dibandingkan dengan angka sasaran renstra tahun 2015-2019.
Proyeksi yang dilakukan oleh Kementan memberikan gambaran cerah bagi bisnis anggrek Indonesia ke depannya. Oleh karena itu, untuk mendukung dan mewujudkan proyeksi tersebut maka dibutuhkan dukungan dalam bentuk investasi yang luas dalam bidang hortikultura khususnya anggrek.
Dalam upaya menarik investasi untuk pengembangan anggrek, dibutuhkan berbagai dukungan kebijakan, antara lain: rangkaian modal investasi, proteksi bea masuk, insentif ekspor, peniadaan pungutan, kemudahan perizinan termasuk CITES (Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), keringanan pajak, kemudahancargo dan transportasi udara, penyediaan pendingin di bandara, kemudahan ekspor, pembebasan bea masuk untuk alat dan bahan bahan kimia yang digunakan untuk pengembangan agri bisnis anggrek serta membangun sistem kemitraan. ***
Oleh: Fika Harini Sinaga
Penulis merupakan peneliti sekaligus mahasiswa Pascasarjana Program Magister Sains Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB)*