Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB sebagaimana diwartakan Harian Haluan (15/2) mencatat sejak awal tahun hingga 12 Februari 2...
Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB sebagaimana diwartakan Harian Haluan (15/2) mencatat sejak awal tahun hingga 12 Februari 2016, sebanyak 290 kabupaten/kota dilanda bencana banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung. Akibat bencana hingga akhir Februari itu, 45 orang dinyatakan tewas, ratusan orang luka-luka dan hampir satu juta jiwa mengungsi. BNPB merinci hingga pertengahan februari 2016 saja telah terjadi 122 banjir di 23 provinsi.
Bencana tersebut telah menewaskan 14 orang dan sedikitnya lebih dari 946 ribu jiwa mengungsi, 1.767 rumah rusak, puluhan ribu rumah terendan banjir, serta 281 infrastruktur publik rusak. Kemudian, terjadi 65 kali tanah longsor di 12 provinsi yang menyebabkan 29 orang tewas, 11 orang luka, 1.319 orang mengungsi dan 387 rumah rusak. Itu data tiga bulan yang lewat.
Bencana alam juga beruntun terjadi di awal bulan Juni. Tidak hanya di Padang dan Padangpariaman banjir, banjir bandang dan longsor melanda. Di Jawa Tengah, sejumlah daerah dihajar hujan deras yang berujung banjir dan tanah longsor.
Sesungguhnya sering dilontarkan peringatan tentang risiko perubahan iklim dan kemungkinan terjadinya bencana di Tanah Air. Akan tetapi, entah karena apa, kita cenderung kurang responsif atau bahkan mengabaikannya, dan baru sadar tatkala bencana tiba-tiba datang menyergap.
Dampak Perubahan Iklim
Hujan adalah pemicu terjadinya banjir dan longsor. Namun, ada faktor lain yang paling berperan menyebabkan banjir dan longsor, yakni faktor antropogenik atau pengaruh ulah manusia.
Sejak makhluk berjenis manusia diciptakan, malaikat sudah mewanti-wanti. Harap-harap cemas makhluk dari Nur itu, apakah makhluk dari tanah itu nantinya hanya akan membuat kerusakan saja di muka Bumi? Namun Allah, Dia lah sang pemilik rahasia dan hikmah penciptaan. Dalam Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 30, Dia berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’
Kemudian Allah, menunjukkan kepada malaikat bahwa makhluk yang disanksikannya itu memiliki ilmu pengetahuan. Diperintahkanlah si manusia agar menyebutkan nama-nama benda. Ini dan itu. Malaikat takjub, seraya berkata kepada Allah, ‘Sungguh kami memahasucikan-Mu wahai Tuhan, kami dengan pemahasucian yang hanya patut untuk-Mu. Kami tidak akan menyangkal kehendak-Mu, karena kami memang tidak mengetahui apa yang telah Kau beritahukan kepada kami, dan Engkau Maha Mengetahui segalanya, Maha Bijaksana dalam segala urusan yang telah Engkau ciptakan.’
Peristiwa itu telah lama sekali. Sekarang usia Bumi sekitar 4,54 miliar tahun. Kehidupan muncul di permukaannya pada miliar tahun pertama. Biosfer Bumi kemudian secara perlahan mengubah atmosfer dan kondisi fisik dasar lainnya, yang memungkinkan terjadinya perkembangbiakan organisme serta pembentukan lapisan ozon, yang bersama medan magnet Bumi menghalangi radiasi surya berbahaya dan mengizinkan makhluk hidup mikroskopis untuk berkembang biak dengan aman di daratan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bumi - cite_note-Harrison_2002-31 Sifat fisik, sejarah geologi, dan orbit Bumi memungkinkan kehidupan untuk bisa terus bertahan. Telah banyak yang berbuah.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bumi - cite_note-Harrison_2002-31 Sifat fisik, sejarah geologi, dan orbit Bumi memungkinkan kehidupan untuk bisa terus bertahan. Telah banyak yang berbuah.
Disamping itu, Bumi telah cukup lama bersabar melihat apa yang telah dilakukan umat manusia pada bumi: sampah berserakan yang mengotori alam, udara yang terpolusi akibat penggunaan aerosol, laut yang tercemar akibat tumpahan minyak, udara yang terpolusi akibat 40 miliar ton karbondioksida (CO2), lahan hutan yang semakin berkurang, keabaian manusia akan masalah perubahan iklim.
Beranjak dari Revolusi Industri (1750-1850), kegagalan menyepakati kepentingan mendasar perubahan iklim akan menjadi katastrofik buat semua negara. Menurut laporan teknis Intergovernment Panel on Climate Change (lembaga panel antar pemerintah yang dibuat untuk memberikan penjelasan saintifik mengenai perubahan iklim), jika suhu bumi lebih dari 2 derajat celcius, proses pemanasan global dan perubahan iklim tak bisa dibalikkan. Menurut data yang dirilis (20/8) oleh The National Oceanic and Atmospheric Administration (Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika), suhu rata-rata bumi mencapai 16,6 derajat celcius pada bulan Juli 2015 dan menjadikannya bulan terpanas dalam catatan sejarah.
Siapa yang menyangka, bahwa Revolusi Industri yang dulunya dipandang sebagai perkembangan yang mencerahkan dan memicu revolusi di bidang politik dan ekonomi, sekarang berbalik mengancam keberlangsungan kehidupan manusia. Hal itu bergulir bersama setiap sendi rancang-bangun peradaban Revolusi Industri yang tumbuh-kembang dalam kurun dua abad terakhir.
Jumlah penduduk saat ini meningkat tujuh kali lipat dibandingkan saat Revolusi Industri. Sementara emisi gas rumah kaca (GRK) meningkat 63 kali lipat pada kurun waktu tersebut. Maka selisih antara fluks radiasi infrared yang diserap atmosfer kembali ke bumi dibandingkan dengan fluks infrared yang dilepas atmosfer ke luar angkasa semakin besar. Akibatnya temperatur bumi kian hari kian panas (global warming).
Emisi GRK lantas tak terkendali demi pemenuhan nafsu konsumsi manusia. Dalam kondisi normal perubahan iklim terjadi dengan lambat. Namun, adanya eskalasi aktifitas manusia dan kemajuan teknologi industri mempercepat terjadinya perubahan iklim ini. Limbah dan asap dari transportasi dan industri berbahan bakar fosil (fossil fuels burning) merupakan penyebab utama peningkatan GRK di atmosfer. Selain itu, industri peternakan, kotoran hewan dan yang menumpuk mengambil bagian terjadinya peningkatan GRK. Kotoran hewan dan timbunan tanaman yang membusuk maupun sampah yang menghasilkan cairan lindi (air hasil degradasi dari sampah dan dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak diolah terlebih dahulu) dapat menghasilkan gas metana (CH„ ) yang berperan dalam terbentuknya GRK di atmosfer.
Secara umum kita merasakan, suhu udara sehari-hari semakin tinggi, cuaca semakin panas. Kekeringan di beberapa tempat juga menyebabkan ketidakpastian musim tanam padi pertama tahun ini. Pemanasan global diperkirakan akan mempengaruhi kestabilan cuaca, produksi hasil pertanian, berkurangnya populasi satwa dan tumbuhan, hingga naiknya permukaan air laut. Disinilah letak kerentanan Indonesia dari perubahan iklim bumi. Dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut, memiliki 17.000 pulau, dan 60% penduduk tinggal di kawasan pesisir. Dewan Nasional Perubahan Iklim (sejak Januari 2015, tugas dan fungsi lembaga ini dilebur ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pernah mengeluarkan analisa yang dilakukan dengan skenario kenaikan 50 cm tinggi muka air laut, maka Indonesia berpotensi kehilangan lahan pertanian seluas 322.091 hektar atau 4,67%.
Sekitar 80% sumber emisi disebabkan karena pembakaran bahan bakar fosil, sedangkan sisanya sebesar lebih kurang 20%, menurut ekonom Inggris Nicolas Stern, bersumber pada kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Dari 20% ini, sebagian besar kegiatan tersebut (sekitar 75%) terjadi di kawasan hutan hujan tropis. Indonesia merupakan negara dengan luas hutan tropis terbesar ketiga di bumi, oleh karena itu perhatian internasional juga banyak tertuju ke Indonesia.
Sebagaiamana diketahui, Indonesia tengah dilanda kebakaran lahan gambut yang berkepanjangan pada tiga bulan belakangan. World Resources Institute (WRI), mengutip hasil penelitian Guido van der Werf dari Global Fire Emissions Database yang menyatakan emisi karbon akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia belakangan telah mengalahkan rata-rata emisi karbon harian AS (The Strait Times, 18/10/2015). Menurut data tersebut, hanya dalam 26 hari saja emisi dari kebakaran hutan dan lahan mencapai 1.043 juta metrik ton (jumlah ini melebihi emisi karbondioksida AS dalam satu tahun terakhir).
WRI mencatat muncul lebih dari 90 ribu 100 ribu titik kebakaran hutan selama 2015 di Tanah Air, ekuivalen dengan 2 miliar ton CO2 terbuang ke udara. Dalam laporan WRI, 75% sumbangan emisi karbon Indonesia berasal dari pembakaran lahan di hutan industri yang merembet ke kawasan lainnya. Indonesia selama satu dasawarsa ini konsisten masuk 10 besar negara di dunia yang menyumbang emisi karbon tertinggi. Khususnya dari pembakaran lahan gambut.
Apa yang mesti dilakukan?
Lambat laun para pemimpin dunia mulai menyadari akan ancaman perubahan iklim. Di bawah langit Paris, akhir tahun lalu, telah tercapai kesepakatan (Paris Agreement) laksana pengganti Protokol Kyoto untuk meredam dampak perubahan iklim.
Lambat laun para pemimpin dunia mulai menyadari akan ancaman perubahan iklim. Di bawah langit Paris, akhir tahun lalu, telah tercapai kesepakatan (Paris Agreement) laksana pengganti Protokol Kyoto untuk meredam dampak perubahan iklim.
Setidaknya terdapat lima poin penting dalam kesepakatan ini. Pertama, upaya mitigasi dengan cara mengurangi emisi dengan cepat untuk mencapai ambang batas kenaikan suhu bumi yang disepakati yakni di bawah 2 °C dan diupayakan ditekan hingga 1,5 °C. Kedua, sistem penghitungan karbon dan pengurangan emisi secara transparan. Ketiga, upaya adaptasi dengan memperkuat kemampuan negara-negara untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
Keempat, memperkuat upaya pemulihan akibat perubahan iklim, dari kerusakan. Kelima, bantuan, termasuk pendanaan bagi negara-negara untuk membangun ekonomi hijau dan berkelanjutan. Dalam kesepakatan ini, usulan Indonesia terakomodasi di dalamnya seperti diferensiasi atau perbedaan kewajiban antara negara maju dan berkembang, pogram REDD, implementasi aksi dari kesepakatan Paris, finansial, dan transformasi teknologi dan peningkatan sumberdaya manusia.
Di samping itu, bagi masyarakat banyak hal sederhana yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan bumi. Seperti menghemat listrik, mengurangi penggunaan kantong plastik, tisu, memprioritaskan transportasi umum, dan menghijaukan lingkungan.
Menyelamatkan bumi amat penting bagi kita untuk memiliki kecerdasan ekologis. Berarti menunjukkan pemahaman terhadap organisme dan ekosistem dan intelijensi menunjukkan kapasitas untuk belajar dari pengalaman dan berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Jadi intelijensi ekologi adalah mengarahkan kita untuk memahami bahwa apa yang kita pelajari sebagai aktivitas manusia akan memberi dampak pada ekosistem yang tidak membahayakan dan bisa mempertahankan hidup lebih lama dan baik. Intelijensi ekosistem menggabungkan keahlian kognitif dan empati pada semua kehidupan. ***
ALEK KARCI KURNIAWAN
(Analis Hukum Internasional FH Universitas Andalas)
(Analis Hukum Internasional FH Universitas Andalas)