Pertambangan - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini fokus pada pencegahan dan penindakan terkait kasus korupsi di sektor pertamba...
Pertambangan - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini fokus pada pencegahan dan
penindakan terkait kasus korupsi di sektor pertambangan dan energi.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, dirinya bersama empat pimpinan
KPK periode 2015-2019 sempat dinilai pesimistis sejumlah kalangan. Sebab
ketika baru terpilih, para pimpinan dianggap akan lebih berkonsentrasi
pada pencegahan semata. Namun, anggapan itu ditepis.
KPK di bawah kepemimpinan sekarang sudah berhasil melakukan penindakan-
penindakan yang masih serta disinergikan dengan pencegahan. Sinergitas
pencegahan dan penindakan ditekankan pada kepentingan nasional, di
antaranya pertambangan dan energi, infrastruktur, sektor pangan
strategis, dan perpajakan-keuangan.
”Kami di bidang penindakan sudah menugaskan yang namanya satgas. Satgas
ini akan masuk semua sektor yang dikuasai oleh beberapa orang saja.
Penindakan harus lebih baik penanganannya. Pencegahan di setiap segi
harus dilakukan. Harapannya, setelah kami bertugas IPK (Indeks Persepsi
Korupsi) kita di atas 40 dan 50,” ungkap Agus yang didampingi Wakil
Ketua KPK Laode M Syarif dan Basaria Panjaitan saat berdiskusi dengan
jajaran redaksi MNC Group di Auditorium KORAN SINDO, Jakarta, kemarin.
Pencegahan dan penindakan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki sistem.
Maksudnya, jangan sampai setelah para aktor ditindak dan dipenjara,
namun sistem pengadaan dan pengelolaan tidak berubah. Di sisi lain,
fokus KPK pada sektorsektor kepentingan nasional dimaksudkan untuk
menyelamatkan uang negara yang lebih banyak lagi.
Menurut Agus, kalau dipotret dari sisi aset dan anggaran, maka negara
ini memiliki anggaran cukup banyak. Tetapi, dari situ terjadi kebocoran.
Di APBN ada Rp2.100triliun, APBD diseluruh Indonesia ada lebih dari
Rp400 triliun, dan aset BUMN/BUMD sekitar Rp300 triliun.
”Belum lagi izin ilegal sekitar 5.000 yang 3.766-nya belum
terselesaikan. Khusus di APBN dan APBD, kalau kita bilang tender itu
maka sudah terlambat, karena pengaturannya sudah sebelumnya dari mulai
budgeting, itu untuk legislatif berapa,” paparnya.
Laode M Syarif mengungkapkan, penanganan pencegahan dan penindakan di
private sector menjadi konsentrasi KPK. Satu yang utama adalah sektor
pertambangan dan energi. Alasannya, sektor ini memiliki pengaruh kuat
bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia. Di sektor pertambangan
dan energi ada dana banyak yang tidak masuk ke kas negara, tetapi hanya
dinikmati segelintir orang atau perusahaan saja.
Mantan Senior Adviser on Justice and Environmental Governance di
Partnership for Governance Reform (Kemitraan) ini mengatakan, lebih dari
5.000 izin usaha pertambangan (IUP) milik ratusan perusahaan
pertambangan di Indonesia, hanya 1.200 IUP bermasalah yang dicabut.
Sedangkan sisanya sekitar 3.766 IUP belum diproses pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
”Yang 5.000 itu sebagian besar NWPW-nya tidak ada. Kita sudah memanggil
21 gubernur untuk datang ke KPK. Kita panggil saja belum diselesaikan.
Kalau yang sekian tadi sampai Mei ini tidak dicabut, maka KPK pasti akan
menindaklanjutinya,” ungkapnya. Sektor pertambangan yang bermasalah
itu, lanjut dia, jelas merugikan semua pihak. ”Bayangkan saja, alamnya
rusak, yang kaya bukan juga orang di sekitar situ,” tandasnya.
Syarif kemudian menceritakan pengalamannya sebagai putra Sulawesi
Tenggara. Buton tanah kelahirannya adalah penghasil aspal. Buton pulalah
yang mengaspali seluruh Indonesia. Tetapi, justru jalan di kampung
halamannya tidak beraspal. ”Coba bayangkan itu,” ujarnya. Selain itu,
Syarif menceritakan pengalamannya saat turun ke Kepulauan Riau beberapa
waktu lalu.
KPK saat itu mengumpulkan gubernur Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau,
dan Aceh yang daerahnya merupakan penghasil energi. KPK menerima
keluhan dari Gubernur Kepulauan Riau M Sani yang wilayahnya menjadi
salah satu penghasil gas terbesar di Indonesia, yakni Natuna.
”Pipanya itu ke mana? Ada dua. Satu ke Johor Bahru (Malaysia), satu ke
Singapura. Malam-malam kami lihat Johor di seberang dan Singapura terang
benderang. Di Kepulauan Riau ada mati lampu, black out, macam-macam.
Tiga kali sehari. Bagaimana kita justifikasi model manajemen seperti
itu,” ungkapnya.
Dalam perbincangan itu, lanjut Syarif, Plt Gubernur Sumut Tengku Erry
Nuradi juga mengutarakan, harga gas di Sumut dua kali lipat lebih mahal
dari harga nasional. KPK pun mempertanyakan bagaimana mungkin gas di
Johor Bahru dan Singapura lebih murah dibandingkan di Sumatera, padahal
sumber gas berasal dari Indonesia. KPK berkesimpulan banyak pemain dan
perusahaan yang diduga ikut andil.
”Salah satu yang kami berlima sepakati adalah pengusutan corruption in
private sector. Jadi, pencegahan dan penindakan pidana korporasi kami
akan coba lakukan. Perbaikan di sektor energi, gas, dan sebagainya
sangat penting,” tandasnya.
Sementara itu, Basaria Panjaitan mengungkapkan, dari 525 kasus korupsi
yang mereka tangani 80% di antaranya tindak pidana suap. Basaria pun
sepakat bahwa media punya peran penting untuk memerangi korupsi, juga
membumikan pencegahan agar korupsi tak terjadi lagi. ”Harapannya pada
saat 2019 kami selesai, target IPK kita sampai 50. Mimpi ini kita
usahakan terwujud. Tetapi tidak bisa hanya KPK saja yang mewujudkannya,”
ujarnya.
Corporate Secretary MNC Grup Syafril Nasution mengapresiasi dan
mendukung langkah KPK yang fokus pada pencegahan dan penindakan
kasus-kasus korupsi. MNC melalui media massanya siap berperan dalam
menyosialisasikan semangat pemberantasan korupsi.
”Makanya, itu yang harus kita perbaiki bersama. Kita siap untuk bekerja
sama agar orangorang tidak korupsi, dan untuk mengurangi korupsi. Selain
melalui iklan layanan masyarakat, bisa juga pada acara talkshow. Bahkan
dalam sinetron-sinetron yang punya rating tinggi kami akan masukan
semangat antikorupsi,” tandasnya. sabir laluhu