PortalHijau.com | Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menyampaikan beberapa rekomendasi kepa...
PortalHijau.com | Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara)
Abdul Halim menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pejabat Gubernur
Kalimantan Utara Triyono Sasongko sehubungan dengan keputusannya yang
melegalkan penggunaan alat tangkap ikan Pukat Hela (trawl) di wilayah
perairan Kalimantan Utara.
Sebelumnya, Abdul mengatakan bahwa
pernyataan yang menyebutkan aktivitas kapal-kapal trawl akan turut
menjaga keutuhan wilayah perairan dan kedaulatan Republik Indonesia,
dinilai tak sesuai dengan fakta di lapangan.
"Pernyataan tersebut jauh panggang dari api," ujarnya dalam press release, Senin (11/1).
Terkait
hal tersebut, Abdul menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut.
Pertama, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6 Tahun 2008
tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela di Perairan
Kalimantan Timur Bagian Utara dan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 2 Tahun 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan
Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2
Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela
(Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia.
Kedua, masyarakat internasional
melalui FAO menyepakati Tata Laksana untuk Perikanan yang Bertanggung
Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries). Tata Laksana ini
mendorong setiap negara untuk melarang praktek penangkapan ikan yang
menggunakan bahan peledak, bahan beracun serta praktek penangkapan yang
merusak ekosistem laut.
Namun demikian, Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah berkewajiban untuk merancang teknologi tepat guna yang
dapat digunakan oleh nelayan kecil (versi UU No. 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan) dan pelaku perikanan di atas 5 GT demi mendapatkan hasil yang
terbaik dan tetap melestarikan wilayah tangkapan ikan (fishing ground).
Ketiga,
meskipun mengalami penurunan anggaran lebih kurang Rp 400 miliar, dari
Rp 1,699,551,000,000 (2014) menjadi Rp1,2 triliun (2015), Penjabat
Gubernur Kalimantan Utara mestinya memfasilitasi pelaku usaha perikanan
di Provinsi Kalimantan Utara, khususnya nelayan kecil (menurut UU No. 45
Tahun 2009 tentang Perikanan).
Keempat, Pejabat Gubernur
Kalimantan Utara mestinya belajar dari negara-negara tetangga, seperti
Filipina dan Malaysia, yang melarang penggunaan alat tangkap trawl
dikarenakan dampak negatifnya terhadap kelestarian ekosistem pesisir (12
mil) dan laut.
Berdasarkan empat rekomendasi tersebut, Abdul
mendesak Pejabat Gubernur untuk menganulir keputusan diperbolehkannya
pemakaian alat tangkap trawl di wilayah perairan Kalimantan Utara.
“Tak
ada pilihan lain, jika Pejabat Gubernur Kalimantan Utara berpihak
terhadap nasib nelayan tradisional (lokal), ia harus menganulir
keputusan itu," tuturnya.
Pada Jumat lalu, Kiara telah
mengirimkan surat yang ditujukan kepada Triyono Budi Sasongko selaku
Pejabat Gubernur Kalimantan Utara untuk menganulir keputusan
diperbolehkannya pemakaian alat tangkap trawl di perairan Kalimantan
Utara. Puput Indah Lestari