PortalHijau.Com - Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group melakukan demonstrasi dan aksi teat...
PortalHijau.Com - Aktivis lingkungan yang tergabung dalam
Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group melakukan demonstrasi dan aksi
teatrikal untuk meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti
Nurbaya menutup pasar pasar yang memperdagangkan satwa liar ilegal,
seperti di pasar satwa Jatinegara Jakarta Timur.
Demonstrasi dan aksi teatrikal itu dilaksanakan di depan Kementerian
Kehutanan dan Lingkungan Hidup Jalan Gatot Subroto Jakarta, Senin
(30/11).
“Kami meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menutup
pasar pasar yang memperdagangkan satwa liar secara ilegal,” kata
Investigator Senior Scorpion, Marison Guciano melalui keterangan
tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.
Menurut Marison, bila terus dibiarkan, perdagangan satwa liar ilegal
yang tidak terkontrol akan menyebabkan kepunahan mereka di alam liar.
“Kepunahan satu spesies akibat perburuan akan menyebabkan punahnya
spesies lainnya karena mereka menjadi bagian dalam mata rantai
ekosistem. Kepunahan satwa liar membuat menurunnya kekayaan
keanekaragaman hayati kita,” jelas Marison.
Hasil pemantauan Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group di
pasar-pasar satwa menunjukkan banyaknya satwa-satwa dilindungi yang
dijual secara bebas dan terbuka di dalam kandang kandang berukuran
kecil.
Ia menyebut satwa dilindungi yang dijual secara bebas antara lain,
lutung, elang ular bido, elang tikus, berang berang, beo Nias, dan
berbagai jenis satwa liar lainnya.
Marison menuturkan, pihaknya sudah berulangkali mengirimkan surat
kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta agar mengambil tindakan
untuk menghentikan perdagangan ilegal satwa liar di Pasar Jatinegara.
Namun, “hingga saat ini tampaknya belum ada tindakan apapun,” tutur Marison.
Marison menjelaskan, perdagangan satwa dilindungi ini merupakan
pelanggaran atas Undang-Undang no. 5/1990 dan Peraturan Pemerintah No.
7/1999. Para pelanggar undang-undang ini bisa dihukum penjara selama 5
tahun dengan denda mencapai Rp100,000,000.00. (Wan)