PortalHijau.com - Penebangan kayu bakau di daerah pesisir Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang, masih terus berlangsung dan marak d...
PortalHijau.com - Penebangan
kayu bakau di daerah pesisir Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang, masih
terus berlangsung dan marak dilakukan sekelompok orang.
Selain hutan bakau yang semakin kritis, dampak lain yang timbul adalah semakin sulitnya masyarakat nelayan mendapatkan ikan di wilayah perairan tersebut.
Seperti dituturkan Datok Penghulu Kampung Pusong Kapal Bramsyah, Minggu (22/11), kawasan hutan bakau Aceh Tamiang setiap hari terus ditebang oleh para pencari kayu arang, untuk dijual kepada sejumlah dapur arang di Seruway, Bendahara dan Manyak Payed.
Di kawasan hutan bakau Desa Pusong Kapal, tidak kurang lima boat setiap hari kayu bakau diangkut. Oleh karena itu, pihaknya meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunanan Aceh Tamiang lebih tegas terhadap aksi penebangan kayu bakau di kawasan hutan bakau Kampong Pusong Kapal tersebut.
"Karena saat ini kondisi hutan bakau terus kritis, dan nelayan tradisional sulit mendapatkan ikan di sana," tuturnya.
Menurut Bramsyah, kapasitas satu boat bisa mencapai 100 batang kayu bakau. Sedangkan, kayu bakau yang ditebang setiap hari diperkirakan hampir 500 batang.
Mirisnya lagi, ukuran batang bakau yang ditebang kurang dari satu inchi. Sehingga kondisi hutan bakau di Aceh Tamiang akan semakin kritis. Jumlah ikan mulai berkurang, bahkan jenis ikan tertentu seperti udang swalo yang bertelur di bakau mulai sulit diperoleh.
"Kondisi ini sangat berimbas terhadap nelayan, dirasakan hasil tangkapan ikan mulai berkurang. Biasanya jarak mencari ikan menggunakan sampan tidak jauh dari kawasan hutan bakau dan sekitarnya, yang berdekatan dengan kampong. Kini nelayan terpaksa lebih jauh lagi mencari untuk mendapatkan ikan," tuturnya.
Lebih aneh lagi, sebut Bramsyah, di lokasi yang ditanami bibit bakau, justru penebangan bakau dilakukan. Hal ini sering dipertanyakan dan dilaporkan oleh warga.
"Bagaimana ini datok, di lokasi tanam bibit bakau di situ pula mereka menebang," ujar Bramsyah menirukan laporan warganya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunann Aceh Tamiang Alfuadi yang ditanyai soal ini mengatakan, pihaknya telah melarang warga menebang kayu bakau, dan larangan tersebut hingga saat ini terus disampaikan.
Untuk hal tersebut, pihaknya akan kembali menurunkan tim ke lapangan untuk memantau jika masih ada penebangan bakau.
"Kami juga akan memantau di perbatasan Aceh Tamiang dan Sumatera Utara, mengantisipasi peredaran arang bakau ke Medan," tuturnya.
Tapi menurutnya, kewenangan pencegahan juga ada pada Kantor Kesatuan Pengelolaaln Wilayah Hutan III Aceh yang berkedudukan di Langsa. "Mereka juga wajib mencegah," demikian Alfuadi.
Selain hutan bakau yang semakin kritis, dampak lain yang timbul adalah semakin sulitnya masyarakat nelayan mendapatkan ikan di wilayah perairan tersebut.
Seperti dituturkan Datok Penghulu Kampung Pusong Kapal Bramsyah, Minggu (22/11), kawasan hutan bakau Aceh Tamiang setiap hari terus ditebang oleh para pencari kayu arang, untuk dijual kepada sejumlah dapur arang di Seruway, Bendahara dan Manyak Payed.
Di kawasan hutan bakau Desa Pusong Kapal, tidak kurang lima boat setiap hari kayu bakau diangkut. Oleh karena itu, pihaknya meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunanan Aceh Tamiang lebih tegas terhadap aksi penebangan kayu bakau di kawasan hutan bakau Kampong Pusong Kapal tersebut.
"Karena saat ini kondisi hutan bakau terus kritis, dan nelayan tradisional sulit mendapatkan ikan di sana," tuturnya.
Menurut Bramsyah, kapasitas satu boat bisa mencapai 100 batang kayu bakau. Sedangkan, kayu bakau yang ditebang setiap hari diperkirakan hampir 500 batang.
Mirisnya lagi, ukuran batang bakau yang ditebang kurang dari satu inchi. Sehingga kondisi hutan bakau di Aceh Tamiang akan semakin kritis. Jumlah ikan mulai berkurang, bahkan jenis ikan tertentu seperti udang swalo yang bertelur di bakau mulai sulit diperoleh.
"Kondisi ini sangat berimbas terhadap nelayan, dirasakan hasil tangkapan ikan mulai berkurang. Biasanya jarak mencari ikan menggunakan sampan tidak jauh dari kawasan hutan bakau dan sekitarnya, yang berdekatan dengan kampong. Kini nelayan terpaksa lebih jauh lagi mencari untuk mendapatkan ikan," tuturnya.
Lebih aneh lagi, sebut Bramsyah, di lokasi yang ditanami bibit bakau, justru penebangan bakau dilakukan. Hal ini sering dipertanyakan dan dilaporkan oleh warga.
"Bagaimana ini datok, di lokasi tanam bibit bakau di situ pula mereka menebang," ujar Bramsyah menirukan laporan warganya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunann Aceh Tamiang Alfuadi yang ditanyai soal ini mengatakan, pihaknya telah melarang warga menebang kayu bakau, dan larangan tersebut hingga saat ini terus disampaikan.
Untuk hal tersebut, pihaknya akan kembali menurunkan tim ke lapangan untuk memantau jika masih ada penebangan bakau.
"Kami juga akan memantau di perbatasan Aceh Tamiang dan Sumatera Utara, mengantisipasi peredaran arang bakau ke Medan," tuturnya.
Tapi menurutnya, kewenangan pencegahan juga ada pada Kantor Kesatuan Pengelolaaln Wilayah Hutan III Aceh yang berkedudukan di Langsa. "Mereka juga wajib mencegah," demikian Alfuadi.