Ribuan warga yang berasal dari berbagai desa di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, mengumpulkan cap jempol darah untuk diberika...
Ribuan warga yang berasal dari berbagai desa di Kabupaten Bengkulu
Tengah, Provinsi Bengkulu, mengumpulkan cap jempol darah untuk diberikan
kepada Presiden Joko Widodo.
PortalHijau - Penggalangan cap jempol darah ini
sebagai bentuk protes warga terhadap pertambangan batu bara bawah tanah
milik PT Cipta Buana Seraya (CBS) di Desa Lubuk Unen, Kecamatan Merigi
Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah.
Aksi yang dilakukan sejak
Rabu hingga Kamis, 14 Juli 2016, tersebut telah mengumpulkan sedikitnya
seribu cap jempol dari warga. Selain menggalang jempol darah, masyarakat
juga mengibarkan bendera Merah Putih raksasa berukuran 10 x 20 meter.
"Tambang di daerah ini sudah banyak memakan korban, banyak lahan
masyarakat yang ambruk akibat aktivitas pertambangan batu bara dengan
sistem tertutup di wilayah desa tersebut," kata Sekretaris Forum
Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk (FMRGB) Indra Jaya saat dihubungi.
Indra Jaya mengatakan aksi ini menuntut pemerintah untuk membuat
kebijakan yang adil bagi masyarakat serta memberikan hak masyarakat,
yaitu hak memiliki lingkungan yang baik.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu Beni
Ardiansyah dalam keterangan pers menyampaikan bahwa pemujaan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan investasi telah menjadikan pemerintah abai
terhadap hak masyarakat atas lingkungan yang lebih baik.
Padahal, kata
dia, dalam konstitusi yang tertuang pada UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1
menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
"Bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H UUD
1945," ujar Beni.
Kepala teknik Tambang PT CBS Danu Ardianto
menilai kekhawatiran warga terhadap tambang bawah tanah terlalu
berlebihan. "Sebelum melakukan penggalian, kita telah melewati segala
proses, termasuk uji kelayakan lokasi. Ketakutan warga terlalu
berlebihan," tutur Danu.
Menurut Danu, hingga saat ini,
perusahaannya baru mengeksploitasi 4 hektare lahan dengan membuat
terowongan sepanjang 17 meter. Dari 2.600 hektare konsesi yang mereka
miliki, menurut Danu, tidak semua mengandung batu bara.
Ia juga
mengaku heran dengan permintaan masyarakat yang meminta tambang ditutup,
padahal izin dan tahapan telah dilakukan perusahaan. "Maunya masyarakat
itu cuma satu, tutup tambang, tidak ada alternatif lain, padahal
perusahaan telah memenuhi segala syarat dan ketentuan," ucapnya.
Sebelumnya, pada aksi penolakan tambang beberapa minggu lalu, sembilan
warga tertembak peluru karet dan puluhan lainnya mengalami luka ringan
akibat bentrok dengan aparat.
Penulis: Phesi Ester Julikawati
Penulis: Phesi Ester Julikawati