Yogyakarta tersohor sebagai kota budaya dan pariwisata. Namun sayangnya ikon itu belum sejalan dengan kondisi lingkungan yang ada. P...
Yogyakarta tersohor sebagai kota budaya dan pariwisata. Namun
sayangnya ikon itu belum sejalan dengan kondisi lingkungan yang ada.
PortalHijau - Setiap sudut kota nyaris tak pernah luput dari onggokan sampah. Bahkan Malioboro yang menjadi jantung kota ini terkesan kumuh.
Alasan ini pula yang akhirnya mendorong sejumlah anak muda asal Kota
Gudeg bergotong-royong membersihkan sampah. Aktivitas yang dirintis
beberapa anggota komunitas sepeda ini berjuluk istilah Jogja Garuk
Sampah.
Didirikan pada Juni 2015, dari awalnya hanya segelintir kini sudah
lebih seratus orang bergabung dalam gerakan itu. Partisipan tidak hanya
kalangan usia remaja tapi juga anak-anak hingga orang tua.
“Mereka berasal dari berbagai latar belakang seperti pedagang, tukang
becak, mahasiswa, dan dosen. Prinsipnya siapapun boleh bergabung,
tinggal lihat jadwalnya di media sosial kami,” kata Koordinator Jogja
Garuk Sampah, Bekti Maulana (16).
Awalnya, kegiatan ini hanya menyasar area publik di Kota Yogyakarta
seperti Jalan Malioboro, Titik Nol Kilometer, kawasan Keraton, dan
alun-alun. Namun seiring meningkatnya kesadaran warga, kini gerakan itu
merambah wilayah lain di Kabupaten Sleman dan Bantul.
Mereka pun rutin melakukan aksi mulia ini. Setiap Rabu malam, para
aktivis Jogja Garuk Sampah bergerak di area seputar Kota Yogyakarta.
Sementara untuk wilayah Sleman bagian selatan dijadwalkan pada Minggu
pagi, dan sore harinya dilanjutkan di kawasan Bantul.
Dalam kegiatannya, aktivis Jogja Garuk Sampah tidak sekedar memungut
tapi juga memilah antara sampah yang masih bernilai ekonomis dan sudah
tidak berguna. Limbah yang sekiranya dapat dimanfaatkan kemudian dijual.
Uang hasil penjualan disumbangkan kepada orang yang membutuhkan.
Target mereka tidak hanya limbah rumah tangga tapi juga rumput liar
yang tumbuh di pinggir jalan, dan sampah visual berupa poster iklan atau
pengumuman event yang tertempel di dinding serta tiang listrik. Mereka
juga tidak sungkan menghubungi nomer kontak yang tertera di poster
untuk meminta membersihkannya.
Setahun sudah Jogja Garuk Sampah eksis. Alih-alih, Maulana berharap
gerakan ini tidak akan selamanya bercokol. Dengan demikian dapat
diartikan mereka tidak perlu lagi ada karena masyarakat sudah sadar
membuang sampah pada tempatnya.
“Jika tidak ada lagi Jogja Garuk Sampah artinya lingkungan sudah
bersih. Kami tentunya lebih senang kalau warga sadar dengan sendirinya
sehingga kebersihan lingkungan bisa terus terjaga,” katanya.
Penulis: Amelia Hapsari