Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang memiliki ratusan pulau dengan ekosistem mangrove lima terbesar di Indonesia, memiliki prospek luas da...
Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang memiliki ratusan pulau dengan ekosistem mangrove lima terbesar di Indonesia, memiliki prospek luas dan besar di bidang perikanan dan kelautan. Sayangnya, potensi itu hingga kini belum optimal dikembangkan.
PortalHijau - Demikian salah satu kesimpulan Dr Ir Delianis Pringgenies MSc, peneliti dan dosen dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang, dalam Workshop Bioteknologi: Prospek dan Tantangan Masa Depan, di Ruang Pertemuan Rektorat UBB, Balunijuk, Merawang, Rabu (13/07/2016).
Menurut Delianis, biodiversitas yang terkandung di laut Babel selain sangat beragam dan kaya, pun memiliki nilai ekonomi tinggi. Di luar ikan, sejumlah produk bisa dihasilkan dari biota laut dan mangrove di kawasan ini, seperti chitosan, kosmetik, obat-obat medis, pewarna alami, suplemen organik untuk meningkatkan libido pria-wanita, berbagai makanan olahan hasil laut dan sebagainya.
“Potensi yang terkandung di laut dan perikanan Bangka Belitung itu luar biasa. Potensi itu dapat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat di sini. Sentuhan bioteknologi merupakan jawaban dalam menghadapi tantangan di masa depan!,” ujar Delianis Pringgenies dalam workshop yang dibuka resmi Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf MSi.
Delianis tercatat sebagai sedikit pakar asal Indonesia, yang telah menghasilkan sejumlah produk dari kelautan dan perikanan, dikenal sebagai pemegang hak paten. Peneliti senior ini kerap mempublikasikan temuan dan hasil penelitiannya di jurnal ilmiah internasional, dan tampil sebagai narasumber tentang bioteknologi sejumlah seminar internasional -- dalam dan luar negeri -- serta di media cetak dan televisi Indonesia.
Delianis pun pernah mengunjungi Pulau Semujur, Ketawai dan Gusung Asam, Kabupaten Bangka Tengah, 29 Mei lalu, terkesima dengan besarnya potensi laut dan perikanan di Babel.
Di Pulau Semujur, ia didampingi Rektor UBB Dr Muh Yusuf, Dr Kismartini MSi, Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc dan dosen Prodi Sumber Daya Perairan UBB. Saat itu Ia terkesan dengan berbagai jenis teripang hasil tangkapan nelayan.
“Bangka Belitung itu punya prospek yang luas di bidang perikanan dan kelautan, namun hingga kini belum optimal dimanfaatkan,” tukas Delianis dalam workshop yang dihadiri staf Bappeda Provinsi Babel, Dinas Kelautan dan Perikanan Babel, ketua program studi dan dosen di lingkungan UBB.
Delianis bukan ‘berteori’ atau sekadar memaparkan hasil penelitian orang lain. Ia bersama dosen dan peneliti Undip, telah berhasil membuat chitosan (anti bakteri) untuk ‘laundry’ dan garmen serta pengawet makanan dari pigmen kulit kepiting.
Begitu pula dari Bulu Babi yang mengandung racun, berhasil dibuat obat organik yang berkhasiat untuk meningkatkan libido pria dan wanita. Di Jepang, kata Delianis, produk jenis ini harganya Rp 80.000 per ons.
“Keistimewaan produk dari Bulu Babi ini, bila dikonsumsi oleh pengguna yang badannya dalam kondisi kurang sihat maka bahan organik itu lebih dahulu memperbaiki kesihatan pengkonsumsi,” ujar Delianis.
Hasil temuannya, menurut Delianis, banyak biota laut dan jenis ikan yang dapat mencerdaskan manusia yang mengkonsumsinya. Salah satunya adalah jenis ikan yang pernah ia teliti di Perairan Selat Melaka. Harganya mencapai jutaan rupiah. (*)
Penulis: Dodi Hendriyanto
Menurut Delianis, biodiversitas yang terkandung di laut Babel selain sangat beragam dan kaya, pun memiliki nilai ekonomi tinggi. Di luar ikan, sejumlah produk bisa dihasilkan dari biota laut dan mangrove di kawasan ini, seperti chitosan, kosmetik, obat-obat medis, pewarna alami, suplemen organik untuk meningkatkan libido pria-wanita, berbagai makanan olahan hasil laut dan sebagainya.
“Potensi yang terkandung di laut dan perikanan Bangka Belitung itu luar biasa. Potensi itu dapat dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat di sini. Sentuhan bioteknologi merupakan jawaban dalam menghadapi tantangan di masa depan!,” ujar Delianis Pringgenies dalam workshop yang dibuka resmi Rektor UBB Dr Ir Muh Yusuf MSi.
Delianis tercatat sebagai sedikit pakar asal Indonesia, yang telah menghasilkan sejumlah produk dari kelautan dan perikanan, dikenal sebagai pemegang hak paten. Peneliti senior ini kerap mempublikasikan temuan dan hasil penelitiannya di jurnal ilmiah internasional, dan tampil sebagai narasumber tentang bioteknologi sejumlah seminar internasional -- dalam dan luar negeri -- serta di media cetak dan televisi Indonesia.
Delianis pun pernah mengunjungi Pulau Semujur, Ketawai dan Gusung Asam, Kabupaten Bangka Tengah, 29 Mei lalu, terkesima dengan besarnya potensi laut dan perikanan di Babel.
Di Pulau Semujur, ia didampingi Rektor UBB Dr Muh Yusuf, Dr Kismartini MSi, Prof Dr Ir Agus Hartoko MSc dan dosen Prodi Sumber Daya Perairan UBB. Saat itu Ia terkesan dengan berbagai jenis teripang hasil tangkapan nelayan.
“Bangka Belitung itu punya prospek yang luas di bidang perikanan dan kelautan, namun hingga kini belum optimal dimanfaatkan,” tukas Delianis dalam workshop yang dihadiri staf Bappeda Provinsi Babel, Dinas Kelautan dan Perikanan Babel, ketua program studi dan dosen di lingkungan UBB.
Delianis bukan ‘berteori’ atau sekadar memaparkan hasil penelitian orang lain. Ia bersama dosen dan peneliti Undip, telah berhasil membuat chitosan (anti bakteri) untuk ‘laundry’ dan garmen serta pengawet makanan dari pigmen kulit kepiting.
Begitu pula dari Bulu Babi yang mengandung racun, berhasil dibuat obat organik yang berkhasiat untuk meningkatkan libido pria dan wanita. Di Jepang, kata Delianis, produk jenis ini harganya Rp 80.000 per ons.
“Keistimewaan produk dari Bulu Babi ini, bila dikonsumsi oleh pengguna yang badannya dalam kondisi kurang sihat maka bahan organik itu lebih dahulu memperbaiki kesihatan pengkonsumsi,” ujar Delianis.
Hasil temuannya, menurut Delianis, banyak biota laut dan jenis ikan yang dapat mencerdaskan manusia yang mengkonsumsinya. Salah satunya adalah jenis ikan yang pernah ia teliti di Perairan Selat Melaka. Harganya mencapai jutaan rupiah. (*)
Penulis: Dodi Hendriyanto