Kota Bandung dinilai gagal dalam mengelola lingkungan, terbebas dari pencamaran limbah industri. Pemkot diminta melakukan pembinaan terhad...
Kota Bandung dinilai gagal dalam mengelola lingkungan, terbebas dari
pencamaran limbah industri. Pemkot diminta melakukan pembinaan terhadap
perusahaan pencemar.

Portalhijau - Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat Anang Sudharna menyata kan, pada
2015 lalu, pihaknya melakukan penilaian terhadap 200 perusahaan di enam
kabupaten/kota yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Meliputi Kota Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung, Bandung Barat,
Purwakarta, dan Karawang. Dari daerah itu, Kota Bandung menjadi yang
paling buruk dalam penanganan limbah industri. “Kota Bandung gagal
me ngelola lingkungan,” kata dia di Bandung kemarin.
Dia menyebut, dari 45 perusahaan di Kota Bandung yang dinilai, 32
diantaranya tidak mengolah limbahnya dengan baik sehingga masuk
dalam kategori merah dan hitam. “70% tidak taat. Masa ada hotel
bintang empat masuk kategori merah,” ujarnya. Anang meminta Pemerintah Kota Bandung lebih fokus dalam mengatasi persoalan limbah
yang dihasilkan industrinya itu.
“Apa peranan pemkot dalam membina industrinya? Itu kewenangan wali kota,” pungkasnya. BPLHD Pun sudah meminta, pelaku industri untuk mengolah limbah dengan baik. Saat itu, kata Anang, pelaku usaha meminta waktu dua tahun untuk menyiapkan IPAL. “Dulu saat dicanangkannya Citarum Bestari. Tapi sekarang masih banyak yang belum menjalankan IPALnya dengan baik,” katanya.
Anang mengakui, lemahnya penegakan hukum menjadi persoalan utama
sehingga industri tidak menghentikan pembuangan limbah yang serampangan. Anang menyebut, dua tahun lalu industri yang nakal ini telah
disidik oleh penyidik dari Kepolisian Daerah (Polda) Jabar. Namun,
hingga saat ini pihaknya tidak mengetahui hasil penyidikan
tersebut. “Progresnya sampai mana? Kami ingin tahu. Tapi saya tahu
ada yang sudah diturunkan (statusnya) tanpa kesepakatan dengan kami,” katanya.
Seruan Boikot
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat mengusulkan boikot pabrik atau perusahaan yang tidak ramah lingkungan. Masyarakat bisa berpartisipasi dengan tidak membeli produk dari perusahaan tersebut. Usulan itu diungkapkan Deddy Mizwar saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik PT Surya Usaha Mandiri (SUM) di Banjaran, Kabupaten Bandung, kemarin.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat mengusulkan boikot pabrik atau perusahaan yang tidak ramah lingkungan. Masyarakat bisa berpartisipasi dengan tidak membeli produk dari perusahaan tersebut. Usulan itu diungkapkan Deddy Mizwar saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik PT Surya Usaha Mandiri (SUM) di Banjaran, Kabupaten Bandung, kemarin.
Dalam sidak yang dilakukan, Deddy melihat instalasi pengolahan Air
limbah (IPAL) milik perusahaan tersebut tidak berfungsi secara baik.
Bahkan ada dugaan sebagian limbah tekstil dari pabrik PT SUM
dibuang langsung ke Sungai Cisangkuy tanpa pengolahan yang
merupakan anak Sungai Citarum.
Berdasarkan pantauan, selain limbah cair yang mengandung bahan
beracun dan berbahaya (B3), limbah padat seperti sisa batu bara
di simpan begitu saja tanpa penanganan khusus. Selain itu, ada dugaan
jika pabrik yang nakal itu membuat instalasi limbah ‘siluman’ untuk mengelabui pemeriksa. “Saya berpikir pemerintah semestinya
mengumumkan ini (perusahaan nakal).
Sehingga buyernya tidak mau membeli produk pabrik itu,” ucap Deddy. Pihaknya akan mengusulkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan agar mengajak konsumen tidak membeli hasil produksi dari pabrik atau perusahaan perusak lingkungan.
“Siapa buyer setiap pabrik kan ketahuan. Kalau sudah diperingatkan
tidak mau memperbaikinya, ya sudah, produksinya enggak usah
dibeli. Otomatiskanmati sendiri,” ujarnya. Deddy menilai, kondisi
ini sangat ironis di saat Pemerintah Provinsi Jabar gencar-gencarnya melakukan normalisasi Sungai Citarum.
Di sisi lain, industri dengan seenaknya membuang limbah beracun
ke sungai. Menurut Deddy pabrik-pabrik di kawasan Bandung raya ini seharusnya direlokasi ke satu kawasan industri. Upaya itu dirasa mampu
menekan terjadinya kerusakan lingkungan yang semakin parah.
“Sudah ngomong dengan BPN, prinsipnya disetujui di Rancaekek
jadi kawasan industri.
Jadi IPALnya dikelola secara terpadu,” tandasnya. Sementara itu,
Direktur PT SUM David membantah jika perusahaanya merusak lingkungan. IPAL milik perusahannya pun beroperasi dengan baik. Bahkan dia
mengaku selalu melakukan konsultasi dengan BPLH Kabupaten Bandung
terkait instalasi itu.
“Itu enggak benar. Limbah di sini dikelola dengan benar,” ucapnya.
Senada dengan David, Kepala Departemen Engginering Rudi Guntoro
menyebut, air pengolahan limbah terlihat hitam itu bukan airnya tapi
dasar kolam yang memang hitam. “Kalau diangkat itu airnya jernih,”
ucapnya. Diungkapkan dia, limbah yang diolah di IPAL milik perusahaanya itu rata-rata 50 meter kubik/jam. Limbah itu bekas pewarna
kain. “Tiap hari tiap bulan kami laporkan ke kabupaten,” tandasnya. Mochamad Solehudin