Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak dengan tegas kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk menjadikan Rancangan U...
Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak dengan tegas kesepakatan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk menjadikan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan menjadi salah satu prioritas dalam
program legalisasi Nasional tahun ini.
PortalHijau - Ketua SPI Henry Saragih
mengatakan, dalam RUU itu tidak ada indikasi keberpihakan untuk
kepentingan petani. Selain itu selama ini sudah banyak Undang-Undang dan
peraturan-peraturan turunan yang secara eksplisit sudah mengatur
perkelapasawitan.
"Urgensinya tidak ada. Lebih jauh saya dan
kawan-kawan (petani) lainnya melihat ini (RUU) malah menguntungkan
investor dan mencekik kami (petani),” kata Henry saat ditemui di kawasan
Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (23/6).
Menurut Henry, terdapat beberapa poin yang terlihat mengesampingkan
hak-hak petani dan masyarakat di sekitar areal perkebunan kelapa sawit.
Contohnya dalam draf pasal 30 RUU tersebut menyatakan investor akan
diberi kemudahan berupa pengurangan pajak penghasilan, pembebasan atau
keringanan bea masuk impor dan, keringanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Menurutnya
jika RUU ini segera disahkan bukan tidak mungkin petani di sektor
kelapa sawit maupun sektor lainnya akan semakin terjepit.
"Akan
banyak sawah dan ladang yang digusur. Kebakaran hutan juga pasti akan
semakin luas. Digerus lahan oleh investor untuk kelapa sawit,” kata
Henry.
Lebih lanjut Henry mengatakan, pemerintah dan DPR terkesan
terburu-buru untuk melegitimasi RUU perkelapasawitan tersebut. Terdapat
41 pasal yang sama dengan UU No. 39 tahun 2014 tentang perkebunan.
Sehingga RUU tersebut terkesan hanya menjiplak saja dari UU sebelumnya.
Selain itu pemerintah maupun DPR belum memiliki kesepahaman dalam permasalahan luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Data
penguasaan lahan pun dinilai tidak akurat. Pemerintah menyebutkan
petani memiliki 35 persen lahan, padahal, kata henry hampir seluruh
lahan dikuasai investor.
"Dari mulai lahan, hingga harga minyaknya pun mereka (investor) yang menentukan,” kata Henry.
Menurut
Ketua Lembaga Sawit Watch Aditya Jaya, permasalahan perkebunan kelapa
sawit tidak selesai apabila disahkan Undang-Undang Perkelapasawitan.
Menurut Aditya, konflik agraria yang selama ini menjadi momok terbesar
di Nusantara berada dalam sektor pertanian kelapa sawit.
Selain itu, perkebunan kelapa sawit berulangkali menyebabkan timbulnya asap yang menjadi persoalan internasional.
Menurut Aditya, perkebunan kelapa sawit memang memiliki potensi yang
besar dalam sektor ekonomi di Indonesia. Namun, potensi tersebut akan
habis jika tidak diimbangi dengan pelestarian pertanian di sektor lain.
"Sawit
itu bagus. Tapi seimbang dong. Jangan semua lahan dibuat jadi kebun
sawit. Sawah harus tetap ada" Kata Aditya. (yul) Tiara Sutari