PortalHijau - Bupati Aceh Tamiang mengeluarkan izin lingkungan untuk rencana kegiatan pembangunan industri semen, kepada PT Tripa Semen ...
PortalHijau - Bupati Aceh Tamiang mengeluarkan izin lingkungan untuk rencana kegiatan pembangunan industri semen, kepada PT Tripa Semen Aceh (TSA) yang rencananya akan memproduksi 10.000 ton semen per hari, dari pabrik di Kampong Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang dengan luas areal pabrik dan penambangan, 2.549,2 Hektare.
Dasar hukum penerbitan izin ini yaitu Undang-Undang RI nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Amdal.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 08 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan.
Setelah diterbitkannya izin lingkungan dari Bupati Aceh Tamiang, pihak PT TSA ini juga harus mengantongi Izin Usaha Operasi dari Gubenur Aceh, sebelum bisa memulai proses produksi.(md)
Ada Kawasan Bentang Alam Karst di Desa Kaloy
Kawasan Bentang Alam Karst di Desa Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Propinsi Aceh yang terancam musnah akibat rencana pembangunan industri semen.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, mengancam akan menggugat dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) pabrik semen PT. Tripa Semen Aceh (TSA) di Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, jika dokumen tersebut tidak sesuai kondisi lapangan.
Direktur LSM Kawasan Ekosistem Mangrove Pantai Sumatera (Kempra), Muhammad Nasir, Selasa (26/1/2016) mengatakan, pada 22 Januari 2016, tim Komisi Amdal Badan Pengendalian Dampak Lingkungan telah meminta tim penyusun Amdal PT. TSA untuk memperbaiki dokumen tersebut.
“Ada waktu 14 hari diberikan kepada tim penyusun untuk memperbaikinya. Namun, kami menyakini waktu tersebut tidak akan cukup, bahkan kami melihat dokumen amdal perusahaan yang akan beroperasi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) itu seperti kopi paste dari dokumen lain."
Nasir menyebutkan, dari dokumen amdal yang diajukan, ada beberapa hal penting yang tidak dimasukkan dan terkesan ditutupi. Seperti, daerah tersebut merupakan kawasan bentang alam karst, koridor gajah, harimau dan orangutan, dan tempat pabrik tersebut berdiri merupakan hulu Sungai Tamiang yang menjadi sumber air masyarakat di Aceh Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang.
“Yang harus diingat, rencana kegiatan PT. TSA berada di Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi berdasarkan undang-undang.”
Nasir menambahkan, dokumen Amdal yang diajukan PT. TSA belum seuai aturan yang berlaku. Termasuk belum menggunakan pendekatan manajemen risiko yang ditetapkan yaitu ISO 31000, karena dalam dokumen itu belum disebutkan informasi kebencanaan yang memadai. “Kami telah mengumpulkan ahli geologi, biologi, pakar hukum dan lainnya untuk memastikan dokumen tersebut sesuai aturan. Jika tidak sesuai fakta lapangan, kami akan menggugat dokumen tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)."
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melanggar Instruksi Gubernur (Ingub) No 11/INSTR/2014 tentang Moratorium Pertambangan Aceh dengan menerbitkan izin eksplorasi PT. TSA.
“Perusahaan itu, pada Januari 2015 telah mengajukan kerangka acuan rencana kegiatan pembangunan pabrik semen. Hal ini bertentangan dengan semangat moratorium pertambangan yang diterbitkan Gubernur Aceh yang menegaskan, selama dua tahun sejak 30 Oktober 2014, BP2T dilarang memproses setiap izin prinsip/persetujuan gubernur terkait IUP eksplorasi tambang,” sebut Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur.
Muhammad Nur juga mengatakan, bukan hanya Pemerintah Aceh Tamiang, Pemerintah Aceh juga lalai, hal tersebut dibuktikan dengan keluarnya keputusan Gubernur Aceh tentang izin pinjam pakai hutan Kawasan Ekosistem Leuser untuk lokasi eksplorasi PT. TSA di tiga titik dengan luas 2.199,8 hektar. “Hal tersebut diketahui berdasarkan surat pertimbangan Dinas Kehutanan No 522/844/2014.”
Muhammad Nur menambahkan, dalam Instruksi Gubernur (Ingub) No 11/INSTR/2014, Gubernur Aceh juga memerintahkan para bupati/walikota untuk segera mengevaluasi IUP eksplorasi dan produksi yang telah ada, mencabut IUP perusahaan yang tidak aktif, dan menindak setiap perusahaan pertambangan pemegang IUP yang beroperasi dalam kawasan hutan lindung.
“Yang terjadi di Aceh Tamiang malah sebaliknya. Bukannya mengevaluasi dan menindak perusahaan pertambangan yang ada di hutan lindung, Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang dan Surat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang malah mengeluarkan izin eksplorasi PT. TSA,” paparnya.*** (Ridwan Iskandar)
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, mengancam akan menggugat dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) pabrik semen PT. Tripa Semen Aceh (TSA) di Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, jika dokumen tersebut tidak sesuai kondisi lapangan.
Direktur LSM Kawasan Ekosistem Mangrove Pantai Sumatera (Kempra), Muhammad Nasir, Selasa (26/1/2016) mengatakan, pada 22 Januari 2016, tim Komisi Amdal Badan Pengendalian Dampak Lingkungan telah meminta tim penyusun Amdal PT. TSA untuk memperbaiki dokumen tersebut.
“Ada waktu 14 hari diberikan kepada tim penyusun untuk memperbaikinya. Namun, kami menyakini waktu tersebut tidak akan cukup, bahkan kami melihat dokumen amdal perusahaan yang akan beroperasi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) itu seperti kopi paste dari dokumen lain.”
Nasir menyebutkan, dari dokumen amdal yang diajukan, ada beberapa hal penting yang tidak dimasukkan dan terkesan ditutupi. Seperti, daerah tersebut merupakan kawasan bentang alam karst, koridor gajah, harimau dan orangutan, dan tempat pabrik tersebut berdiri merupakan hulu Sungai Tamiang yang menjadi sumber air masyarakat di Aceh Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang.
“Yang harus diingat, rencana kegiatan PT. TSA berada di Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi berdasarkan undang-undang.”
Nasir menambahkan, dokumen Amdal yang diajukan PT. TSA belum seuai aturan yang berlaku. Termasuk belum menggunakan pendekatan manajemen risiko yang ditetapkan yaitu ISO 31000, karena dalam dokumen itu belum disebutkan informasi kebencanaan yang memadai. “Kami telah mengumpulkan ahli geologi, biologi, pakar hukum dan lainnya untuk memastikan dokumen tersebut sesuai aturan. Jika tidak sesuai fakta lapangan, kami akan menggugat dokumen tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).”
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melanggar Instruksi Gubernur (Ingub) No 11/INSTR/2014 tentang Moratorium Pertambangan Aceh dengan menerbitkan izin eksplorasi PT. TSA.
“Perusahaan itu, pada Januari 2015 telah mengajukan kerangka acuan rencana kegiatan pembangunan pabrik semen. Hal ini bertentangan dengan semangat moratorium pertambangan yang diterbitkan Gubernur Aceh yang menegaskan, selama dua tahun sejak 30 Oktober 2014, BP2T dilarang memproses setiap izin prinsip/persetujuan gubernur terkait IUP eksplorasi tambang,” sebut Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur.
Muhammad Nur juga mengatakan, bukan hanya Pemerintah Aceh Tamiang, Pemerintah Aceh juga lalai, hal tersebut dibuktikan dengan keluarnya keputusan Gubernur Aceh tentang izin pinjam pakai hutan Kawasan Ekosistem Leuser untuk lokasi eksplorasi PT. TSA di tiga titik dengan luas 2.199,8 hektar. “Hal tersebut diketahui berdasarkan surat pertimbangan Dinas Kehutanan No 522/844/2014.”
Muhammad Nur menambahkan, dalam Instruksi Gubernur (Ingub) No 11/INSTR/2014, Gubernur Aceh juga memerintahkan para bupati/walikota untuk segera mengevaluasi IUP eksplorasi dan produksi yang telah ada, mencabut IUP perusahaan yang tidak aktif, dan menindak setiap perusahaan pertambangan pemegang IUP yang beroperasi dalam kawasan hutan lindung.
“Yang terjadi di Aceh Tamiang malah sebaliknya. Bukannya mengevaluasi dan menindak perusahaan pertambangan yang ada di hutan lindung, Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang dan Surat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang malah mengeluarkan izin eksplorasi PT. TSA,” paparnya.***
- See more at: http://www.gosumbar.com/berita/baca/2016/01/31/jika-tak-sesuai-aturan-amdal-pabrik-semen-aceh-tamiang-akan-digugat#sthash.jwszrpIH.dpuf
Direktur LSM Kawasan Ekosistem Mangrove Pantai Sumatera (Kempra), Muhammad Nasir, Selasa (26/1/2016) mengatakan, pada 22 Januari 2016, tim Komisi Amdal Badan Pengendalian Dampak Lingkungan telah meminta tim penyusun Amdal PT. TSA untuk memperbaiki dokumen tersebut.
“Ada waktu 14 hari diberikan kepada tim penyusun untuk memperbaikinya. Namun, kami menyakini waktu tersebut tidak akan cukup, bahkan kami melihat dokumen amdal perusahaan yang akan beroperasi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) itu seperti kopi paste dari dokumen lain.”
Nasir menyebutkan, dari dokumen amdal yang diajukan, ada beberapa hal penting yang tidak dimasukkan dan terkesan ditutupi. Seperti, daerah tersebut merupakan kawasan bentang alam karst, koridor gajah, harimau dan orangutan, dan tempat pabrik tersebut berdiri merupakan hulu Sungai Tamiang yang menjadi sumber air masyarakat di Aceh Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang.
“Yang harus diingat, rencana kegiatan PT. TSA berada di Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi berdasarkan undang-undang.”
Nasir menambahkan, dokumen Amdal yang diajukan PT. TSA belum seuai aturan yang berlaku. Termasuk belum menggunakan pendekatan manajemen risiko yang ditetapkan yaitu ISO 31000, karena dalam dokumen itu belum disebutkan informasi kebencanaan yang memadai. “Kami telah mengumpulkan ahli geologi, biologi, pakar hukum dan lainnya untuk memastikan dokumen tersebut sesuai aturan. Jika tidak sesuai fakta lapangan, kami akan menggugat dokumen tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).”
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menilai, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melanggar Instruksi Gubernur (Ingub) No 11/INSTR/2014 tentang Moratorium Pertambangan Aceh dengan menerbitkan izin eksplorasi PT. TSA.
“Perusahaan itu, pada Januari 2015 telah mengajukan kerangka acuan rencana kegiatan pembangunan pabrik semen. Hal ini bertentangan dengan semangat moratorium pertambangan yang diterbitkan Gubernur Aceh yang menegaskan, selama dua tahun sejak 30 Oktober 2014, BP2T dilarang memproses setiap izin prinsip/persetujuan gubernur terkait IUP eksplorasi tambang,” sebut Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur.
Muhammad Nur juga mengatakan, bukan hanya Pemerintah Aceh Tamiang, Pemerintah Aceh juga lalai, hal tersebut dibuktikan dengan keluarnya keputusan Gubernur Aceh tentang izin pinjam pakai hutan Kawasan Ekosistem Leuser untuk lokasi eksplorasi PT. TSA di tiga titik dengan luas 2.199,8 hektar. “Hal tersebut diketahui berdasarkan surat pertimbangan Dinas Kehutanan No 522/844/2014.”
Muhammad Nur menambahkan, dalam Instruksi Gubernur (Ingub) No 11/INSTR/2014, Gubernur Aceh juga memerintahkan para bupati/walikota untuk segera mengevaluasi IUP eksplorasi dan produksi yang telah ada, mencabut IUP perusahaan yang tidak aktif, dan menindak setiap perusahaan pertambangan pemegang IUP yang beroperasi dalam kawasan hutan lindung.
“Yang terjadi di Aceh Tamiang malah sebaliknya. Bukannya mengevaluasi dan menindak perusahaan pertambangan yang ada di hutan lindung, Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang dan Surat Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang malah mengeluarkan izin eksplorasi PT. TSA,” paparnya.***
- See more at: http://www.gosumbar.com/berita/baca/2016/01/31/jika-tak-sesuai-aturan-amdal-pabrik-semen-aceh-tamiang-akan-digugat#sthash.jwszrpIH.dpuf