PortalHijau - Ekspansi industri batu bara untuk kepentingan ekspor dan industri telah membuat ketergantungan terhadap energi kotor semak...
PortalHijau - Ekspansi industri batu bara untuk kepentingan ekspor dan industri
telah membuat ketergantungan terhadap energi kotor semakin mendarah
daging. Padahal, menurut Kepala Kajian dan Pengembangan Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Khalisah Khalid, Indonesia masih
memiliki sumber energi bersih terbarukan yang melimpah dan bisa diakses
oleh rakyat.
Menurutnya, energi kotor yang menjadi andalan Indonesia saat ini
tidak hanya merusak lingkungan, namun juga memiliki dampak lain terhadap
sosial dan ekonomi masyarakat. Jargon bahwa Indonesia tidak bisa lepas
dari batubara menurut Khalisah adalah jargon palsu yang hingga saat ini
masih terjadi.
“Kita akan jauh lebih aman dalam konteks ekonomi kalau situasi
batubara turun, tapi Indonesia masih terus menggenjot produksi batubara.
Selain itu tidak pernah dilihat kerugian ekonomi dari berbagai industri
tambang batubara, contohnya di Samarinda. Itu bukti semerawut massif industry
batubara. Ada 24 anak mati di lubang tambang. Ini tak ternilai. Masa
depan anak-anak terancam di industri kotor ini,” katanya di Jakarta,
Selasa (10/05).
Sementara itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Hendrik
Siregar berpendapat bahwa perubahan mendasar harus segera dilakukan,
antara lain dengan mengganti Kebijakan Energi Nasional dan target rasio
elektrifikasi yang berfondasi pada energi fosil.
Kebijakan itu, ujar Hendrik Siregar, harus diganti sebagai bukti
komitmen pemerintah terhadap perubahan iklim yang semakin lama semakin
ekstrim. Ia juga meminta pemerintah untuk meninggalkan proyek yang hanya
menguntungkan segelintir pihak.
“Energi terbarukan harus menjadi prioritas dan bisnis utama dalam
mengejar target rasio elektrifikasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Ketua Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting juga menyatakan hal yang
sama. Menurutnya, jika bicara tentang peralihan energi kotor ke energi
bersih, maka Indonesia akan bicara tentang perubahan atmosfir, air,
maupun udara yang saat ini kondisinya terancam dan sudah sangat rentan.
“Apalagi untuk membatasi pemanasan global di bawah dua derajat, kita
harus stop energi fosil. Kalau emisi karbon dilepas, itu berarti sekitar
565 giga ton. Kalau lihat stok energi fosil, maka yang terlepas bisa
lima kali dari stok karbon yang ada. Mau tidak mau kita harus dorong dan
kembali ke energi terbarukan,” tutupnya. - Danny Kosasih