PortalHijau - Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada kenaikan suhu bumi namun juga mengubah distribusi air dunia. Fenomena ini akan ...
PortalHijau - Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada kenaikan suhu bumi namun juga mengubah distribusi air dunia.
Fenomena ini akan menimbulkan dampak pada risiko bencana alam seperti
banjir atau tanah longsor, juga ketersediaan air minum bagi masyarakat.
Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal “Scientific Reports” pada tanggal 14 Maret 2016. Penelitian ini menganalisis sampel air selama 40 tahun yang disimpan di Hubbard Brook Experimental Forest (HBEF) di New Hampshire. Hasil analisis ini menunjukkan secara jelas bagaimana curah hujan telah berubah dalam 40 tahun. Para peneliti menemukan kenaikan tajam jumlah sampel air yang berasal dari wilayah bagian utara, terutama pada saat musim dingin tiba.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, kami menemukan lebih banyak air yang berasal dari penguapan di wilayah Arktika dan samudera Atlantik Utara,” ujar Tamir Puntsag, peneliti dari SUNY College of Environmental Science and Forestry (ESF) di Syracuse, New York yang memimpin penelitian ini.
Saat temperatur meningkat di wilayah Arktika mengurangi ketebalan dan luas tutupan es, Arctic vortex atau Polar vortex, siklon atau angin ribut yang berputar di Kutub Utara, menjadi kurang stabil. Polar vortex kemudian akan menghembuskan udara beku ke wilayah timur Amerika Serikat seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2015 dan Februari 2016. Saat itu wilayah-wilayah dari New York ke Miami mengalami musim dingin terparah.
Perubahan sirkulasi kelembapan di atmosfer ini memicu perubahan siklus air dunia, menyebabkan air dari benua Arktika jatuh dalam bentuk hujan atau salju di wilayah New Hampshire, yang letaknya 2.500 mil (4.023,36 km) ke arah selatan.
Penelitian ini membantu ilmuwan memahami perubahan yang memengaruhi sumber-sumber air dunia.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebanyak 85% populasi dunia kini tinggal di wilayah kering dan 783 juta penduduk bumi masih kekurangan akses air bersih. Sehingga sangat penting bagi para ilmuwan dan pembuat kebijakan memahami bagaimana perubahan iklim berdampak pada ketersediaan sumber-sumber air. HijauKu
Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal “Scientific Reports” pada tanggal 14 Maret 2016. Penelitian ini menganalisis sampel air selama 40 tahun yang disimpan di Hubbard Brook Experimental Forest (HBEF) di New Hampshire. Hasil analisis ini menunjukkan secara jelas bagaimana curah hujan telah berubah dalam 40 tahun. Para peneliti menemukan kenaikan tajam jumlah sampel air yang berasal dari wilayah bagian utara, terutama pada saat musim dingin tiba.
“Pada tahun-tahun sebelumnya, kami menemukan lebih banyak air yang berasal dari penguapan di wilayah Arktika dan samudera Atlantik Utara,” ujar Tamir Puntsag, peneliti dari SUNY College of Environmental Science and Forestry (ESF) di Syracuse, New York yang memimpin penelitian ini.
Saat temperatur meningkat di wilayah Arktika mengurangi ketebalan dan luas tutupan es, Arctic vortex atau Polar vortex, siklon atau angin ribut yang berputar di Kutub Utara, menjadi kurang stabil. Polar vortex kemudian akan menghembuskan udara beku ke wilayah timur Amerika Serikat seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2015 dan Februari 2016. Saat itu wilayah-wilayah dari New York ke Miami mengalami musim dingin terparah.
Perubahan sirkulasi kelembapan di atmosfer ini memicu perubahan siklus air dunia, menyebabkan air dari benua Arktika jatuh dalam bentuk hujan atau salju di wilayah New Hampshire, yang letaknya 2.500 mil (4.023,36 km) ke arah selatan.
Penelitian ini membantu ilmuwan memahami perubahan yang memengaruhi sumber-sumber air dunia.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebanyak 85% populasi dunia kini tinggal di wilayah kering dan 783 juta penduduk bumi masih kekurangan akses air bersih. Sehingga sangat penting bagi para ilmuwan dan pembuat kebijakan memahami bagaimana perubahan iklim berdampak pada ketersediaan sumber-sumber air. HijauKu