PortalHiaju - Pakar kelautan dari Institut Pertanian Bogor, Alan F Koropitan, mengungkapkan bahwa reklamasi Teluk Jakarta sebenarnya ber...
PortalHiaju - Pakar kelautan dari Institut Pertanian Bogor, Alan F Koropitan,
mengungkapkan bahwa reklamasi Teluk Jakarta sebenarnya bertentangan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 tahun 2012.
Perpres
tersebut selama ini digunakan untuk menghalalkan pelaksanaan reklamasi
sebab memang memberi restu pada pemerintah daerah untuk melakukan
reklamasi.
"Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi
dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai kewenangannya dan
kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah
daerah," demikian buni pasal 16 Perpres tersebut.
Alan tak
menampik bahwa dari sudut pandang kewilayahan, berdasarkan perpres
tersebut, pemerintah daerah memang memiliki kewenangan untuk
mereklamasi.
Hanya empat pulau di pantai utara Jakarta yang
merupakan kawasan strategis nasional dan berada di bawah kewenangan
kementerian, yaitu Pulau Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari. Sisanya
berada di bawah kewenangan pemerintah DKI.
Namun demikian, Alan
mengajak untuk melihat hal lain yang sebenarnya juga terungkap pada
Perpres tersebut, tentang syarat-syarat dilaksanakannya reklamasi.
Ayat
4 Perpres itu berbunyi, "Penentuan lokasi reklamasi dan lokasi sumber
material reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib
mempertimbangkan aspek teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial
ekonomi."
Aspek teknis diantaranya adalah hidrooseanografi yang
meliputi arus laut dan sedimen. Aspek lingkungan diantaranya kualitas
air. Aspek sosial ekonomi diantaranya terkait mata pencaharian dan
potensi konflik.
Dari aspek lingkungan, berdasarkan kajian
Dannish Hydraulic Institute (DHI), lembaga yang dikontrakl khusus oleh
Kementerian Luar Negeri pada tahun 2011, reklamasi berdampak buruk bagi
lingkungan.
"Berdasarkan kajian 17 pulau sekaligus, bukan pulau
per pulau, reklamasi akan mengakibatkan perlambatan arus," kata Alan
ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (8/4/2016).
Lambatnya
arus berakibat pada banyak hal. Arus berperan "mencuci" material di
suatu perairan. Arus yang lambat berarti kemampuan "cuci" juga berkurang
sehingga akan mengakibatkan akumulasi material di sekitar pulau
reklamasi.
Material tersebut bisa berbagai macam. Pertama adalah
sedimen yang berasal dari perairan darat. Akumulasi sedimen, atau
sedimentasi, akan mengakibatkan penyumbatan. Air dari darat akan sulit
masuk ke laut. Ini berpotensi menimbulkan limpasan.
Kedua adalah
material organik. Meskipun bisa bersifat "menyuburkan" perairan,
material organik bisa bersifat toksik bila berlebihan. Akumulasinya akan
menyebabkan kematian ikan.
Akumulasi material organik juga akan
memicu pertumbuhan alga beracun. Bom populasi alga memang umum terjadi
di perairan. "Tapi reklamasi akan meningkatkan peluangnya," kata Alan.
Yang
paling berbahaya adalah material berupa logam berat. Perairan utara
jakarta sudah terkenal dengan kandungan logam beratnya. Jika arus
melambat, logam berat yang terakumulasi di perairan utara Jakarta makin
tinggi.
Dalam kesimpulan laporannya, DHI menyebutkan bahwa
reklamasi berdampak buruk bagi lingkungan dan sejauh ini belum ditemukan
cara untuk memitigasi beragam dampak tersebut.
DKI Jakarta memang telah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Namun, hasil AMDAL itu mudah didebat.
DKI Jakarta hanya melakukan kajian AMDAL pulau per pulau. Dengan cara
tersebut, dampak akumulasi dari reklamasi tak akan terlihat.
"Bertentangan tidak dengan Perpres Nomor 122 tahun 2012 kalau begitu?
Menurut saya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan ya reklamasi
Teluk Jakarta bertentangan,".
Secara sosial, reklamasi juga
berpotensi menimbulkan konflik karena ada sekitar 18.000 nelayan yang
hidup di pantai utara Jakarta.
Memang, gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama
telah menyampaikan rencana untuk memindahkan nelayan ke Kepulauan
Seribu. Tapi Alan mengatakan risiko sosial tetap ada dan belum dikaji.
Secara
ekonomi, reklamasi memang bisa jadi menguntungkan. "Namun menguntungkan
siapa? Hanya DKI Jakarta saja, kan? Bagaimana dengan cita-cita
membangun wilayah lain menjadi pusat ekonomi baru," kata Alan.
Alan
mengajak untuk menyudahi rebutan wewenang dalam soal reklamasi dan
melihat dampak nyata yang mungkin terjadi. Ia juga sekaligus meminta
Presiden Jokowi bertindak dan membuktikan komitmennnya pada laut.
"Kasus
tangkap tangan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan ribut-ribut
ini adalah momen yang tepat untuk menghentikan reklamasi di Teluk
Jakarta dan memperbaiki tata kelola pesisir dan laut," tegas Alan.
"Bukankah presiden Jokowi sendiri yang dulu mengatakan kita sudah lama memunggungi laut? Inilah saatnya membuktikan." Yunanto Wiji Utomo