HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Menekan Emisi Gas Rumah Kaca pada Pengomposan Kotoran Ternak

PortalHijau.com - Kompos kotoran ternak yang sering disebut pupuk kandang merupakan pupuk organik yang sangat berguna dalam kegiatan pert...

PortalHijau.com - Kompos kotoran ternak yang sering disebut pupuk kandang merupakan pupuk organik yang sangat berguna dalam kegiatan pertanian. Pupuk kandang dipandang ramah lingkungan, namun proses pembuatannya belum tentu demikian. Ternyata proses pengomposan berupa fermentasi kotoran hewan merupakan sumber signifikan gas rumah kaca seperti nitrooksida (N2O) dan NH3.

Upaya mengurangi emisi gas rumah kaca utamanya N2O pada proses pengomposan kotoran ternak penting karena N20 merupakan gas rumah kaca yang kuat sekali, dayanya sekitar 300 kali lebih kuat dibanding gas rumah kaca karbon dioksida (CO2). Salah satu cara telah dicoba oleh satu tim ilmuwan JIRCAS baru-baru ini, yakni mengintervensi proses pengomposan kotoran ternak dengan memasukkan unsur mikroorganisme dan bahan kimia tertentu.

Yasuyuki Fukuimoto dkk yang melakukan penelitian itu mencoba menekan emisi N2O dengan bantuan nitrite-oxidizing bacteria (NOB). Sedangkan untuk menekan emisi NH3 digunakan garam-garam magnesium dan garam posfat. Keduanya dikombinasikan dan dimasukkan di saat proses fermentasi pada pengomposan sedang berlangsung.

Laporan hasil penelitian itu yang disiarkan oleh majalah JARQ menyatakan bahwa dengan bantuan NOB ternyata emisi N20 dapat berkurang cukup besar. Untuk kegunaan sebagai pupuk, mutu kompos kotoran ternak yang dihasilkan juga lebih tinggi karena mengandung lebih banyak nitrat NO3. Selain itu, teknik baru tersebut sederhana dan murah sebab pemberian NOB cukup dengan menggunakan kompos kotoran ternak yang sudah matang karena sudah mengandung NOB.

Tentang efek pengurangan emisi N2O oleh NOB dijelaskan bahwa gas N2O terbentuk dengan peran penting nitrit (NO2). Akumulasi berkepanjangan NO2 mendorong pembentukan dan emisi N2O. Emisi N2O yang signifikan dari pengomposan terjadi bila terjadi akumulasi NO2 selama proses nitrifikasi. Dari fakta ini ditarik hipotesa adanya potensi mengurangi emisi N2O melalui pengendalian NO2. NOB mampu mencegah akumulasi berkepanjangan NO2 sehingga pembentukan dan emisi N2O berkurang sementara pembentukan nitrat NO3 bertambah.

N2O terbentuk melalui nitrifikasi dan denitrifikasi sebagai produk antara atau produk sampingan selama proses pengomposan. Nitrifikasi dilakukan oleh dua jenis bakteri, yakni ammonia-oxidizing bacteria (AOB) dan nitrite-oxidizing bacteria (NOB). Kedua jenis bakteri ini tidak bisa aktif bila terpapar pada suhu tinggi dan kadar tinggi amonia bebas. Sehingga pertumbuhannya pada proses pengomposan akan mulai sesudah lewat periode suhu tinggi fermentasi.

Kotoran ternak yang dipelajari dalam penelitian ini adalah kotoran babi. Kompos matang yang dijadikan sumber NOB adalah kompos kotoran babi yang mengandung 106 sel NOB/gram. Jumlahnya sebanyak 10% (b/b), dimasukkan setelah fase panas tinggi (thermophilic) pengomposan. Selama fase panas tinggi, populasi NOB yang ada dalam kotoran ternak sangat berkurang sehingga oksidasi NO2 macet dan terjadi penumpukan NO2. Dengan penambahan NOB dari luar, oksidasi NO2 menjadi NO3 lancar, NO2 tidak lagi menumpuk.

Untuk mendorong nitrifikasi yang cepat, kompos matang diberikan sebanyak 10% (b/b). Namun pada percobaan lain, pemberian lebih sedikit, yakni 2% (b/b) yang mengandung 105 sel NOB/gram juga menunjukkan hasil yang sama.

Emisi gas N2O pada proses pengomposan kotoran ternak berlangsung setelah fase thermophilic. Pada penelitian ini, pada pengomposan kontrol (tanpa perlakuan tambahan NOB), emisi N2O dari kompos yang dihasilkan berlangsung cukup lama. Tetapi pada perlakuan pemberian NOB, emisi N2O berhenti dalam waktu satu minggu setelah pemberian NOB. Dari hasil pengukuran, perlakuan NOB menurunkan 80% emisi N2O dibanding kontrol.

Kehilangan nitrogen pada pengomposan kotoran ternak selain oleh emisi has N2O, juga oleh emisi gas NH3 yang terjadi dalam fase thermophilic. Ada beberapa cara mengurangi emisi NH3. Di antaranya yang efektif adalah penambahan garam magnesium (Mg) dan garam posfat (PO4) yang akan memicu kristalisasi magnesium ammonium posfat (MAP). Cara penambahan NOB dan garam-garam Mg dan PO4 bisa dikombinasi. Namun harus diatur karena kristalisasi MAP berdampak negatif terhadap mikroorganisme. Model kombinasi yang ditempuh adalah pemberian garam Mg dan garam PO4 pada awal pengomposan dan pemberian NOB setelah fase thermophilic.

Tim peneliti menyimpulkan bahwa teknik pemberian kompos matang ternak sebagai sumber NOB setelah fase thermophilic dikombinasi dengan pemberian garam-garam Mg dan PO4 sejak awal pengomposan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca N2O dan NH3. Teknik ini juga menghasilkan kompos kotoran ternak bermutu dengan kandungan nitrogen tinggi.

Percobaan dilakukan secara laboratoris dalam skala kecil, sehingga disarankan agar aplikasinya pada skala pengomposan sebenarnya perlu peninjauan, khususnya mengenai waktu yang cocok pemberian sumber NOB dan upaya mencegah pembentukan N2O dari denitrifikasi. (sinartani)