Sawit Ramah Lingkungan - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, pihaknya akan segera menentukan lokasi kawasan ek...
Sawit Ramah Lingkungan - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, pihaknya akan segera menentukan lokasi kawasan ekonomi hijau (green economic zone) sebagai pusat produksi produk derivatif minyak kelapa sawit.
"Sebelum triwulan (kedua) mendatang akan ditentukan mulai dibangun di mana," kata Rizal di Jakarta, Jumat (19/02/2016).
Meski belum menentukan lokasi, mantan Menko Perekonomian era Presiden
Abdurrahman Wahid itu mengatakan ada tiga pilihan lokasi yang potensial
yakni Sei Mangkei (Sumatera Utara), Dumai (Riau) dan Bontang
(Kalimantan Timur).
"Nanti akan didiskusikan lagi antardepartemen pemerintah," ujarnya.
Pembangunan kawasan ekonomi hijau merupakan salah satu program Rizal
seiring terbentuknya Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) yang diinisiasi bersama Malaysia.
Rencananya, kawasan ekonomi hijau itu akan dikhususkan sebagai wilayah industri hilir sawit yang ramah lingkungan.
"Ini kalau terealisasi, akan menjadi green economic zone pertama di dunia yang khusus menghasilkan produk derivatif CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit)," katanya.
Menurut mantan Kepala Bulog itu, pengusaha sawit dan pemerintah
semakin menyadari nilai tambah penjualan CPO akan semakin kecil di masa
mendatang.
"Halangan dari luar (negeri) juga semakin tinggi. Jadi kita sadar
harus masuk ke hilir. Pemerintah akan memfasilitasi, investor silakan
datang, termasuk swasta," ujarnya.
Nantinya, lanjut Rizal, kawasan tersebut juga akan memproduksi bahan
bakar untuk pesawat jet yang nilai tambah dan dampak lingkungannya lebih
baik dari avtur.
"Di dunia ini, ada 11 perusahaan penerbangan internasional yang pakai
bahan bakar jet dari sayuran, tapi bukan CPO. Teknologi ini baru ada
dua di dunia. Makanya kami akan ajak semua swasta investasi di sana,"
ujarnya.
Tidak hanya punya nilai ramah lingkungan yang tinggi, bahan bakar jet
dengan campuran minyak sawit itu juga diklaim dapat menekan impor bahan
bakar minyak premium.
"Jadi (yang diproduksi) ini second generation (generasi
kedua) bahan bakar nabati, di mana bisa dicampur dengan premium sehingga
bisa hemat impor premium. Nilainya 15 kali lipat dari avtur dan dengan
adanya industri ini kita harap lima-tujuh tahun ke depan kita jadi
eksportir utama jet fuel (bahan bakar jet) ini," katanya. Rima News