PortalHijau.com - Indonesia merupakan penghasil cruide palm oil (CPO) terbesar di dunia dan menjadi sumber penghasilan bagi jutaan rakyat...
PortalHijau.com - Indonesia merupakan penghasil cruide palm oil (CPO) terbesar di dunia dan menjadi sumber penghasilan bagi jutaan rakyat.
“Sebanyak 43 persen kebun sawit di Indonesia dimiliki petani swadaya, yang sangat penting untuk perekonomian masyarakat. Karenanya, sustainability adalah keniscayaan agar industri ini menjadi berkelanjutan,” ujar Disa Suherdis, Managing Director PT Yudha Wahana Abadi (YWA) di sela kunjungan Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Vidar Helgesen ke perkebunan swasta nasional PT YWA, Desa Merapun, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, (4/2).
Menteri Helgesen didampingi Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Stig Traavik.Turut mendampingi tamu dari Norwegia, Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Muharram dan Agus Tamtomo, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Agus Justianto serta Manajemen The Nature Conservation. Kunjungan diterima langsung Sutedjo Halim, Managing Director Triputra Agro Persada (TAP) group (induk usaha YWA) dan Disa Suherdis, Managing Director YWA.
Sutedjo mengatakan, TAP memiliki komitmen yang kuat dan berkelanjutan, yang meliputi kontribusi untuk pembangunan nasional, komitmen untuk memenuhi global mengakui standar keberlanjutan, mendukung komunitas lokal, mencapai kondisi ramah lingkungan dan selalu berupaya mencapai operasional yang excelence.
“Kunjungan ini penting bagi industri kelapa sawit, agar Menteri Lingkungan Hidup Norwegia melihat dari dekat bahwa perkebunan sawit di Indonesia dikelola dengan komitmen kelestarian lingkungan/sustainability,” ungkapnya.
Dalam kunjungan ini, TAP juga memaparkan komitmen untuk pencegahan kebakaran lahan. Karena disadari, bahwa pencegahan kebakaran lebih efektif, lebih murah dan akan sangat membantu penurunan emisi gas rumah kaca. Hal ini penting karena pemerintah Norwegia memberi dukungan bagi pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Menurut Sutedjo, Group TAP, termasuk YWA juga memahami pentingnya pengurangan emisi gas. Terkait hal itu, beberapa hal yang dilakukan adalah, pertama, manajemen kebakaran. Karena dengan mencegah kebakaran, akan memberikan dampak yang sangat besar untuk pengurangan emisi gas rumah kaca. “Belajar dari kebakaran hutan dan lahan dari tahun-tahun sebelumnya, manajemen pencegahan kebakaran adalah kuncinya. Untuk itu TAP menekankan pada pencegahan kebakaran dan secara aktif mendorong partisipasi masyarakat lokal di sekitar perkebunan,” lanjutnya.
Kedua, adalah lebih menekankan kepada intensifikasi, bukan ekspansi / ekstensifikasi. Hal itu terjadi, karena bahwa daerah untuk ekspansi memang sangat terbatas. “Kami percaya bahwa menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) untuk perkebunan kelapa sawit tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, juga akan mengurangi biaya dan ramah terhadap lingkungan,” lanjut Sutedjo.
Dan, ketiga, Group TAP berkomitmen untuk ‘zero waste’. Dalam hal ini, lanjut Sutedjo, TAP berencana membangun Unit Biogas dan kompos di salah satu anak perusahaan di Kalimantan Tengah sebagai pilot project. Kehadiran perkebunan dan pengolahan kelapa sawit YWA di Berau tentunya dapat membantu perekonomian daerah, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dukungan terhadap adat dan kesehatan masayarakat.Sebagai bagian dari TAP group, YWA mengacu pada kerangka kerja yang meliputi perhatian kepada 3 P yakni Profit (laba), People (manusia) dan Planet (lingkungan).
Itulah kerangka dasar YWA dalam pelaksanaan sustainability untuk perkebunan dan pabrik pengolahan sawit yang dikelola secara baik. Sebelumnya, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir mengatakan, sampai akhir 2015 ada sekitar 130 perusahaan yang telah mengantongi sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). (cok/adn-indopos, foto : ilustrasi/suaranews)
“Sebanyak 43 persen kebun sawit di Indonesia dimiliki petani swadaya, yang sangat penting untuk perekonomian masyarakat. Karenanya, sustainability adalah keniscayaan agar industri ini menjadi berkelanjutan,” ujar Disa Suherdis, Managing Director PT Yudha Wahana Abadi (YWA) di sela kunjungan Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Vidar Helgesen ke perkebunan swasta nasional PT YWA, Desa Merapun, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, (4/2).
Menteri Helgesen didampingi Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Stig Traavik.Turut mendampingi tamu dari Norwegia, Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Muharram dan Agus Tamtomo, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Agus Justianto serta Manajemen The Nature Conservation. Kunjungan diterima langsung Sutedjo Halim, Managing Director Triputra Agro Persada (TAP) group (induk usaha YWA) dan Disa Suherdis, Managing Director YWA.
Sutedjo mengatakan, TAP memiliki komitmen yang kuat dan berkelanjutan, yang meliputi kontribusi untuk pembangunan nasional, komitmen untuk memenuhi global mengakui standar keberlanjutan, mendukung komunitas lokal, mencapai kondisi ramah lingkungan dan selalu berupaya mencapai operasional yang excelence.
“Kunjungan ini penting bagi industri kelapa sawit, agar Menteri Lingkungan Hidup Norwegia melihat dari dekat bahwa perkebunan sawit di Indonesia dikelola dengan komitmen kelestarian lingkungan/sustainability,” ungkapnya.
Dalam kunjungan ini, TAP juga memaparkan komitmen untuk pencegahan kebakaran lahan. Karena disadari, bahwa pencegahan kebakaran lebih efektif, lebih murah dan akan sangat membantu penurunan emisi gas rumah kaca. Hal ini penting karena pemerintah Norwegia memberi dukungan bagi pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Menurut Sutedjo, Group TAP, termasuk YWA juga memahami pentingnya pengurangan emisi gas. Terkait hal itu, beberapa hal yang dilakukan adalah, pertama, manajemen kebakaran. Karena dengan mencegah kebakaran, akan memberikan dampak yang sangat besar untuk pengurangan emisi gas rumah kaca. “Belajar dari kebakaran hutan dan lahan dari tahun-tahun sebelumnya, manajemen pencegahan kebakaran adalah kuncinya. Untuk itu TAP menekankan pada pencegahan kebakaran dan secara aktif mendorong partisipasi masyarakat lokal di sekitar perkebunan,” lanjutnya.
Kedua, adalah lebih menekankan kepada intensifikasi, bukan ekspansi / ekstensifikasi. Hal itu terjadi, karena bahwa daerah untuk ekspansi memang sangat terbatas. “Kami percaya bahwa menerapkan Good Agriculture Practices (GAP) untuk perkebunan kelapa sawit tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, juga akan mengurangi biaya dan ramah terhadap lingkungan,” lanjut Sutedjo.
Dan, ketiga, Group TAP berkomitmen untuk ‘zero waste’. Dalam hal ini, lanjut Sutedjo, TAP berencana membangun Unit Biogas dan kompos di salah satu anak perusahaan di Kalimantan Tengah sebagai pilot project. Kehadiran perkebunan dan pengolahan kelapa sawit YWA di Berau tentunya dapat membantu perekonomian daerah, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dukungan terhadap adat dan kesehatan masayarakat.Sebagai bagian dari TAP group, YWA mengacu pada kerangka kerja yang meliputi perhatian kepada 3 P yakni Profit (laba), People (manusia) dan Planet (lingkungan).
Itulah kerangka dasar YWA dalam pelaksanaan sustainability untuk perkebunan dan pabrik pengolahan sawit yang dikelola secara baik. Sebelumnya, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir mengatakan, sampai akhir 2015 ada sekitar 130 perusahaan yang telah mengantongi sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). (cok/adn-indopos, foto : ilustrasi/suaranews)