PortalHijau.com - Gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke PT Bumi Mekar Hijau (BMH) senilai Rp 7,8 triliun ditola...
PortalHijau.com - Gugatan
perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke PT Bumi Mekar
Hijau (BMH) senilai Rp 7,8 triliun ditolak oleh majelis hakim Pengadilan
Negeri Palembang.
Hakim menganggap tuduhan yang diberikan kepada perusahaan tidak bisa dibuktikan.
Ketua majelis hakim Parlas Nababan dalam pembacaan putusan sidang
terbuka di Palembang, Rabu (30/12/2015), menyatakan bahwa selain menolak
gugatan, pihak penggugat, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp
10.521.000.
Parlas membacakan hal-hal yang menjadi pertimbangan putusan hakim,
antara lain karena adanya ketersediaan peralatan pengendalian kebakaran.
Lahan yang terbakar pun masih dapat ditanami.
Selain itu, pekerjaan penanaman diserahkan kepada pihak ketiga,
pelaporan dilakukan secara reguler, dan diketahui tidak ada laporan
kerusakan lahan di Dinas Kehutanan Ogan Komering Ilir.
Dengan demikian, hakim menyatakan, tidak ada hubungan kausal antara kesalahan dan kerugian.
Dari hasil laboratorium diketahui, tidak ada indikasi tanaman rusak
karena setelah lahan terbakar, tanaman akasia masih dapat tumbuh dengan
baik.
Kemudian, pihak penggugat juga tidak dapat membuktikan adanya kerugian
ekologi, seperti adanya perhitungan kehilangan unsur hara dan kehilangan
keanekaragaman hayati. Dengan demikian, perbuatan melawan hukum yang
dilakukan PT BMH tidak dapat dibuktikan.
"Atas pertimbangan itu, majelis hakim menolak gugatan dan membebankan biaya perkara ke pihak penggugat (KLHK)," kata dia.
Mendengar putusan majelis hakim ini, tim penasihat hukum KLHK yang diketuai Umar Suyudi memutuskan untuk mengajukan banding.
Sebelumnya, gugatan ini dilayangkan negara atas terbakarnya lahan hutan
tanaman industri pohon akasia seluas 20.000 hektar milik PT BMH pada
2014 di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten
Ogan Komering Ilir (OKI) itu.
Dalam pembacaan putusan, majelis hakim yang diketuai Parlas Nababan
membacakan semua keterangan saksi dan ahli yang sudah dihadirkan kedua
belah pihak pada persidangan. Salah satunya adalah ahli hukum lingkungan
hidup Universitas Indonesia, Andri Gunawan Wibisana.
Ahli yang dihadirkan tim penggugat ini mengatakan, berdasarkan Pasal 88
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pemilik izin harus bertanggung jawab mutlak (strict
liability).
Hal ini dapat dikenakan karena usaha yang dilakukan dapat menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan hidup sehingga ada tanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan.
Andri mengatakan, ketiadaan unsur kesalahan ini tak lain untuk membuat
semua kalangan sangat berhati-hati atas perilakunya terhadap lingkungan
yang berkategori risiko tinggi, dan menyadari sulitnya melakukan
pembuktian.
Pharlas kemudian membacakan keterangan ahli dari pihak tergugat, yakni mantan Hakim Agung, Arbijoto.
Mantan Hakim Agung tersebut memberikan keterangan bahwa gugatan KLHK ini
tidak memenuhi syarat formil dan materiil karena gugatan berlandaskan
asumsi adanya kebakaran lahan di kawasan konsensi tersebut dan tidak
bisa menunjukkan pelaku.
Menurut dia, kasus ini sedari awal seharusnya ditolak pengadilan karena undang-undang harus bersumber dari asas dan teori.
Jika merujuk pada materi gugatan, yakni dugaan melanggar hukum, Arbijoto
menilai bahwa hal yang dijadikan dugaan seharusnya dibatalkan jika
pihak yang digugat sudah memenuhi semua ketentuan (persyarat izin,
sarana, dan prasarana kebakaran). (Teropong Senayan)