PortalHijau.Com - Kasus `Papa Minta Saham` yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), Bos PT Freeport Maroef Syamsudin dan pengus...
PortalHijau.Com - Kasus `Papa Minta Saham` yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto
(Setnov), Bos PT Freeport Maroef Syamsudin dan pengusaha minyak Riza
Chalid membuat sejumlah warga Papua mulai bereaksi.
Warga asli Papua tersebut menuntut agar Setya Novanto mundur dari DPR
dan menolak perpanjangan kontrak karya PT Freeport di bumi Papua.
“Kami rakyat Amungme memperjuangkn 1 % saham Freeport sampai
berdarah-darah tapi para elit malah membicarakan 9%, 11% untuk
kepentingan saku mereka sendiri,” kata Ketua Pemantau Penyelenggaraan
NKRI di Papua dan Papua Barat, Ruben Marey di Jakarta, Rabu (16/12).
Menurut Ruben, selama ini pemerintah Indonesia tidak pernah
menganggap masyarakat Papua yang memiliki sumber daya alam yang cukup
melimpah. Karena dalam kontrak karya PT Freeport saat ini tidak pernah
melibatkan masyarakat Papua sebagai memilik hak tanah ulayat.
Oleh karena itu masyarakat Papua meminta agar Presiden Jokowi untuk menolak perpanjangan kontrak PT Freeport.
“Kami meminta Jokowi dengan tegas untuk menutup Freeport,” tegasnya.
Operasional PT Freeport harus ditutup, sambung Ruben, karena seluruh
kegiatan eksplorasi tambang emas di Papua telah menyalahi UUD 1945
khususnya di pasal 33 ayat 3.
Selain itu, masyarakat Papua juga disingkirkan oleh orang- orang yang
berkepentingan di bumi Papua. Akibatnya banyak masyarakat miskin di
Papua karena tidak bisa menikmati sumber daya alam yang dimilikinya.
“Pemerintah malah menciptakan OPM yang sebelumnya di Papua sangat aman,” jelas Ruben.
Sementara itu tokoh masyarakat Papua yang juga menjadi komisioner
Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, dalam rekaman ‘Papa Minta Saham’
tidak satu pun yang membahas kepentingan untuk masyarakat Papua sebagai
pemilik tanah.
Oleh karenanya, ia sangat tersinggung karena bangsa ini hanya
menginginkan sumber daya namun tidak memperdayakan masyarakat Papua.
“Kami kecewa terhadap gubernur Papua dan pimpinan Pusat termasuk presiden,” tegas Pigai.
Sementara itu Titus Natkime, pemilik hak wilayat Papua mengatakan,
selama ini pihaknya telah mendukung pemerintah, tapi pemerintah tidak
pernah mendukung dan mengajak bicara orang orang Papua dalam
perpanjangan kontrak PT Freeport.
Ia berharap pemerintah bisa menghendaki orang Papua memiliki saham di
Freeport yang saat ini hanya di miliki segelintir orang saja.
“Terjadi perlakuan diskriminasi terhadap rakyat Papua. Kami mengutuk
keras bagi mereka yang tidak memperhatikan rakyat Papua sebagai pemegang
kedaulatan,” tegasnya. [Forumhijau.com | FHI/Hanter]