Pemerintah Amerika Serikat akan berkontribusi $30 juta untuk skema asuransi risiko iklim di Pasifik, Amerika Tengah dan Afrika. Presiden ...
Pemerintah Amerika Serikat akan berkontribusi
$30 juta untuk skema asuransi risiko iklim di Pasifik, Amerika Tengah dan
Afrika. Presiden Obama mengumumkan bantuan ini dalam sebuah pertemuan dengan
para pemimpin negara kepulauan kecil di Paris hari Selasa (2/12).
Departemen
Luar Negeri AS mengatakan dana bantuan ini adalah bagian dari rencana terpadu
untuk membantu warga yang rentan akan dampak perubahan iklim untuk lebih
bersiaga.
Program
bantuan itu meliputi penyediaan data iklim, peralatan dan jasa, dan menyertakan
pertimbangan tentang perubahan iklim dalam bantuan pembangunan.
Dana
tersebut akan meningkatkan cakupan asuransi untuk membantu mengatasi masalah
yang berhubungan dengan dampak buruk masalah iklim.
Masalah
iklim itu meliputi kekeringan yang semakin meningkat, banjir dan badai
hingga pecairan gletser dan naiknya permukaan laut.
Amjad
Abdulla dari Maladewi dan pemimpin negosiasi Aliansi Negara Kepulauan Kecil
(AOSIS), yang anggotanya telah mengalami dampak negatif akibat badai, air
pasang yang semakin tinggi dan erosi pantai, mengatakan bantuan ini adalah
“tanda kemajuan” di KTT Iklim PBB di Paris minggu ini dan minggu depan.
“Kami
mendorong mitra kami untuk mengenali secara seksama tantangan yang kita hadapi
dan membantu untuk mengatasinya bersama,” ujar Abdulla dalam sebuah pernyataan.
Bantuan
AS adalah langkah mencapai gol yang ditetapkan pemimpin G7 pertengahan tahun
ini untuk memberikan bantuan kepada 400 juta orang di negara-negara berkembang
yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Bantuan ini dimaksudkan
agar mereka bisa menerima asuransi yang dapat membantu mereka menghadapi resiko
iklim.
Bantuan
baru ini akan mendukung Badan Kajian Risiko Bencana dan Upaya Bantuan Keuangan
Pasifik (Pacific Catastrophic Risk Assessment and Financing Initiative) dan
program Kapasitas Penanggulanan Risiko Afrika (the African Risk Capacity) dan
mengembangkan Fasilitas Asuransi Risiko Bencana Karibia (Caribbean Catastrophic
Risk Insurance Facility) untuk negara-negara Amerika Tengah.
Negara-negara
G7 yang dipimpin oleh Jerman siap untuk memberikan keterangan lebih lanjut
tentang cara mereka memenuhi target asuransi iklim minggu ini.
Pada
bulan Juni, Jerman mengatakan akan menyediakan 150 juta euro untuk memulai
upaya tersebut dan memotivasi keterlibatan sektor swasta.
Saleemul
Huq, Direktur Pusat Internasional Perubahan Iklim yang berbasis di Dhaka,
menyambut kontribusi Amerika ini.
“Penting
untuk menekankan ada kesediaan untuk membayar kerugian dan kerusakan karena
itulah yang dimaksud dengan asuransi iklim," ujarnya.
Keterbatasan
Kerugian
Konsep
ini mengundang kontroversi dalam KTT Iklim PBB untuk menyepakati cara baru
untuk mengatasi perubahan iklim.
Badan
khusus PBB untuk kerugian dan kerusakan dijadwalkan mulai membahas cara
mengatasi efek perubahan iklim yang sangat sulit untuk dihadapi, contohnya
kenaikan pasang laut dan hilangnya padang pasir. Badan ini akan mencari solusi
asuransi untuk dua masalah ini.
134
negara berkembang menginginkan mekansime internasional untuk kerugian dan
kerusakan sebagai bagian dari kesepakatan mengikat yang dihasilkan oleh KTT di
Paris ini.
Tetapi
hal ini ditolak oleh beberapa negara industri termasuk Amerika karena khawatir
akan membuat negara-negara maju bertanggung jawab segara finansial akan dampak
perubahan iklim.
Pengumuman
tentang asuransi yang diumumkan pada hari Senin (30/11) ini menyusul kontribusi
Amerika sekitar $51 juta kepada sebuah badan keuangan international untuk
beradaptasi dengan perubahan iklim di negara-negara yang paling
terbelakang.bagi negara yang sangat kurang berkembang, hari Senin.
Sebelum
KTT Iklim di Paris, dana ini telah disalurkan untuk 35 program yang masih
menunggu tersedianya dana $255 juta.
Kontribusi
baru dari 11 negara donor minggu ini diharapkan memenuhi jumlah tersebut.
Tapi
kelompok negosiasi yang terdiri dari setidaknya 48 negara berkembang di KTT
Iklim PBB mengatakan adaptasi yang sangat dibutuhkan di negara-negara mereka
masih belum terpenuhi.
"Ada
pertanyaan tentang bagaimana negara-negara berkembang akan membiayai proyek
adaptasi perubahan iklim darurat mulai saat ini hingga tahun 2020. Ada juga
pertanyaan tentang memastikan tahap tindakan selanjutkan pada periode tahun
2020 hingga 2030," kata Giza Gaspar-Martins dari Angola, ketua kelompok
tersebut.
Sumber : Voaindonesia