PortalHijau.Com - Hasil monitoring LSM Lembaga Advokasi Hutan Lestari (Lembahtari) sejak Mei hingga November 2015 di kawasan hutan Gunu...
PortalHijau.Com - Hasil
monitoring LSM Lembaga Advokasi Hutan Lestari (Lembahtari) sejak Mei hingga
November 2015 di kawasan hutan Gunung
Sangka Pane, Kecamatan Bandar Pusaka, Aceh Tamiang (berbatasan dengan Kecamatan
Simpang Jernih, Aceh Timur) terus dibabat oleh pembalak liar sejak Maret 2015.
Modusnya, menjadikan kawasan ini sebagai perkebunan rakyat, dengan pola Hutan
Tanaman rakyat (HTR) dilokasi ketinggian di atas 200 meter dari permukaan laut
(mdpl).
Aktivitas
perambahan hutan makin parah, dengan dilakukannya
pembukaan jalan desa. Sehingga debit air yang mengalir ke Alur Cempege, menjadi
tak stabil dan berpotensi menimbulkan banjir bandang yang akan menghantam
permukiman yang ada di bawahnya.
Ditambah
lagi banyaknya balok kayu yang terbawa air dari hulu ke hilir, seharusnya
diwaspadai sebagai ancaman ekologi bagi masyarakat yang tinggal di bagian
lereng dan kaki gunung tersebut.
Pembukaan
jalan menggunakan alat berat di kawasan hutan itu, ternyata dibiayai oleh dana
gampong sebesar Rp 134 juta, untuk mengoperasikan satu unit excavator dan satu
buldozer, guna membuka jalan sejauh 5 Km.
Sementara,
Pemkab Tamiang berharap bisa melestarikan hutan di kawasan ini, dengan menetapkannya
sebagai lokasi wisata air terjun yang mengandalkan stabilitas aliran air.
Direktur
LSM Lembahtari, Sayed Zainal M SH kepada Serambi, Minggu (15/11) mengatakan,
berdasarkan kontur alamnya, ketinggian Gunung Sangka Pane mencapai ketinggian
450 meter dari permukaan laut (mdpl), dengan kemiringan rata-rata mencapai 35
derajat.
“Hutan
produksi di gunung ini merupakan daerah tangkapan air, dan Pemkab Tamiang sudah
mencanangkannya sebagai objek wisata air terjun. Sehingga pembukaan jalan
dengan membabat pepohonan yang berfungsi menahan air tanah, seharusnya segera
dilarang,” ujarnya.
Karena
jika tidak ada tindakan pencegahan merusak hutan ini, dipastikan kondisi hutan Gunung Sangka Pane akan rusak, yang
berdampak pada menurunnya debit air di lokasi air terjun, dan berpotensi banjir
bandang di sepanjang aliran Alur Cempege.
Menurut
Sayed Zainal, pihaknya menemukan adanya pembukaan fasilitas jalan yang tak
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). “Sementara, kayu dari
pepohonan yang ditebang dengan modus pembangunan jalan itu, dijual dengan cara
diangkut menggunakan truk atau dialirkan melalui Sungai Tamiang ke kilang kayu
di Kecamatan Kualasimpang,” ujar Sayed Zainal yang juga anggota tim koordinasi
pengelola sumber daya air Aceh, untuk bidang konservasi.
Pihaknya
menyesalkan adanya pembiaran pembalakan liar di kawasan Gunung Sangka Pane,
tanpa ada tindakan tegas dari Pemkab Tamiang. “Kami akan menumpuh jalur hukum
terhadap pihak-pihak yang terlibat pembalakan liar ini,” ujarnya.
Kepala
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang, Alfuadi mengakui, mendapat laporan
adanya pembukaan hutan di kawasan Gunung Sangka Pane. Ia pun
mengatakan sudah pernah menurunkan tim untuk menghentikan pembukaan hutan itu. Namun di satu sisi, pihaknya
malah mengarahkan masyarakat untuk menjadikannya kawasan itu menjadi Hutan
Tanaman Rakyat (HTR).
Karena
menurut Fuadi, kawasan hutan produksi ini di tahun 1990 dulu,
memang merupakan lahan perusahaan pemegang IPK yang mengambil kayu-kayu
berkualitas. “Namun setelah pengambilan kayu itu dihentikan, kini hutan tersebut dirambah lagi menggunakan
dana desa. Padahal, perambahan hutan ini terus dihentikan untuk melindungi
stabilitas debit air ke lokasi wisata air terjun Gunung Sangka Pane,”
terangnya.