[Jakarta, 13 Januari 2015] Selama ini kita lebih mengenal beras sebagai bahan pangan pokok kita. Akibatnya, negara kita menjadi salah s...
[Jakarta, 13
Januari 2015] Selama ini kita lebih mengenal beras sebagai bahan pangan pokok
kita. Akibatnya, negara kita menjadi salah satu negara dengan konsumen beras
terbesar di dunia. Padahal sejak dahulu kita mengenal keberagaman sumber pangan
lokal.
“Dahulu kita
mengenal beragam sumber karbohidrat, seperti : sagu,talas dan ubi (Papua dan
Maluku), umbi-umbian (Papua dan Jawa), gebang, sorghum/cantel (NTT), sukun dan
lainnya. Demikian juga sumber kacang-kacangan, buah dan sayuran local,” papar
MS. Sembiring, Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI.
Data SEAMEO
BIOTROP di tahun 2009 memaparkan bahwa lebih dari 800 spesies tumbuhan tumbuh
di Indonesia, dengan 77 jenis karbohidrat, 75 jenis lemak/minyak, 26
kacang-kacangan, 389 buah banyak ditemukan di Indonesia.
“Jumlah ini akan
berkurang jika kita tidak memiliki kepedulian untuk melestarikan keanekaragaman
hayati kita. Ini yang melandasi Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) terus
berupaya melestarikannya dengan memberikan apresiasi kepada masyarakat yang
berupaya melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati, termasuk pangan
lokal”, sambung Sembiring.
Maria Loretta,
seorang petani dari Way Otan Farm, Adonara Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara
Timur telah melestarikan tanaman pangan lokal seperti sorgum, jelai, beras
hitam, jewawut dan bahan pangan lain yang sudah mulai susah ditemui di
kampungnya. Padahal, bahan makanan tersebutlah yang dikenalkan dari kecil oleh
orang tua mereka. Bahan pangan tersebut juga tahan terhadap perubahan cuaca di
wilayah Nusa Tenggara Timur yang merupakan gugusan pulau-pulau kecil. Atas
upaya kerja keras Maria Loretta, Yayasan KEHATI menganugerahinya dengan
Prakarsa Lestari KEHATI di tahun 2012.
Mbah Suko,
petani dari Dusun Kenteng, Desa Mangunsari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah juga mendapat penghargaan Prakarsa Lestari KEHATI di tahun 2001.
Yayasan KEHATI sangat menghargai upaya-upaya almarhum Mbak Suko dalam
melestarikan bibit padi lokal yang sudah jarang ditemui. Tak kurang dari 35
jenis bibit padi lokal telah dikembangbiakkan, seperti rojo lele, ketan kuthuk,
kenongo, rening, menthik wangi, menthik susu, gethok, leri, papah aren,
berlian, tri pandung sari, dan si buyung.
Sementara itu,
di tahun 2002 Yayasan KEHATI memberikan penghargaan kepada Nicholas Maniagasi,
Ketua Yayasan Sagu Suaka Alam, Yapen Waropen, Papua yang telah melakukan upaya
pengembangan pengolahan sagu di kampung-kampung di Papua.
“Banyak sekali
upaya-upaya dari masyarakat untuk terus melestarikan keanekaragaman hayati
terutama pangan lokal. Mereka adalah salah satu dari banyak masyarakat yang
telah kami temukan. Masih banyak sekali pahlawan-pahlawan di kampung yang telah
berupaya melestarikan pangan yang mungkin belum kami temukan. Kami hanya ingin
berbagi, agar upaya mereka dapat terus menjadi inspirasi dalam melestarikan dan
memanfaatkan keanekaragaman hayati kita, terutama pangan lokal,” tutup
Sembiring.
Yayasan KEHATI
akan kembali memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha pelestarian ataupun
pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan yang dilakukan oleh
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, seniman, generasi muda,
hingga perusahaan di seluruh Indonesia. Penghargaan KEHATI Award VIII akan
dilaksanakan pada 28 Januari 2015 di Gedung Usmar Ismail, Jakarta. (hijauku.com)