KUALA SIMPANG - Program Moratorium Logging (tunda tebang) yang diluncurkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf beberapa tahun lalu dinilai hanya se...

Pihak LSM Lembaga Advokasi Hutan Lestari (Lembahtari) memprotes keras pemberian rekomendasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) tersebut karena dinilai akan menjadi dasar untuk mengurus izin yang akan berdampak pada warga di sekitar hutan bakau akan terpinggirkan. Bahkan membuka konflik baru antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan.
Direktur LSM Lembahatari, Sayed Zainal M SH kepada Serambi, Selasa (20/4) mengatakan, rekomendasi tersebut dikeluarkan berdasarkan permohonan PT Bakau Bina Usaha yang meminta IUPHHK-HTI tanaman hutan bakau yang berlokasi di empat kecamatan di Aceh Tamiang, masing-masing Manyak Payed, Banda Mulia, Bendahara, dan Seruway, dengan luas areal 20.000 hektare.
Dalam surat tersebut juga disebutkan, atas permohonan tersebut tim provinsi dan tim dari Aceh Tamiang telah melakukan peninjauan ke lapangan. Areal seluas 20.000 hektare tersebut 50 persen merupakan hutan bakau sekunder yang kondisinya memprihatinkan, dan 50 persen lagi merupakan tambak dan kebun kelapa sawit garapan warga di mana areal tersebut perlu dilakukan pengelolaan secara lestari, terkendali dan bermanfaat secara proposional.
Selanjutnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh melalui Surat Nomor 522.64/5.283-III Tanggal 14 Agustus 2009 telah memberikan pertimbangan teknis dimana areal yang dapat dipertimbangkan diproses lebin lanjut seluas 11.300 hektare terdiri dari 10.370 hektare berada di dalam hutan produksi tetap (HP) dan seluas 930 hektare berada pada areal penggunaan lahan.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut Gubernur mengeluarkan rekomendasi izin IUPHHK-HTI Nomor 522.64/BP2T/8539/2009, tanggal 29 Desember 2009 yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI,” ujarnya.
Menurut Zainal, pemberian rekomendasi IUPHHK-HTI kepada perusahaan menandakan Gubenur Aceh, Irwandi Yusuf tidak konsisten melakukan upaya penyelamatan hutan bakau di daerah pesisir Aceh Tamiang. “Di Aceh Tamiang hanya empat kecamatan yang mempunyai hutan bakau namuan semuanya direkomendasikan kepada perusahaan yang berlatar belakang pengusaha arang,” ujarnya.
Zainal mengatakan, persoalan hutan bakau di Aceh Tamiang masih terjadi konflik antar kebijakan pemerintah dengan masyarakat dan perusahaan yang mengalihkan fungsi lahan. “Artinya persoalan konflik tersebut perlu inventarisir dulu terlebih persolaan hutan bakau di Tamiang sudah kritis, anehnya tanpa penyelesaian satu persoalan pun pemerintah mengeluarkan rekomendasi untuk pengurusan izin 11.300 hektare hutan bakau untuk dikelola perusahaan dari pemodal orang Sumatera Utara tersebut,” katanya.
Seharusnya, kata Zainal, Gubenur Aceh tidak terlalu percaya terhadap tim provinsi dan kabupaten yang diturunkan, karena mereka turun ke lapangan hanya mengukur beberapa titik saja sehingga terjadi pembohongan publik. “Mereka turun hanya melegalisasi penerbitan izin dan ada indikasi mafia tanah bermain,” ujarnya.
“Apabila izin tersebut dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan, maka warga Aceh Tamiang yang selama ini bergantung dari penghasilan hutan bakau akan menderita. Kerenanya, Lembahtari menolak keras penerbitan rekomendasi izin pemamfatan bakau dari Gubenur Aceh,” tegas Sayed Zainal.(md/yuh)
Sumber : Serambi Indonesia, 21 April 2010