KUALA SIMPANG – PT Bakau Bina Usaha (BBU) membantah bahwa rekomendasi izin IUPHHK–HTI yang dikeluarkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk men...

Humas PT Bakau Bina Usaha (BBU) Aceh Tamiang, Evizar Barani menegaskan, rekomendasi Izin IUPHHK–HTI yang dikeluarkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk mengelolah kawasan hutan bakau di empat kecamatan, Seruway, Bendahara, Banda Mulia, Manyak Payed, bukan untuk merusak hutan. Namun dikeluarkan justru banyak sisi manfaatnya untuk kehidupan warga Aceh Tamiang. Evizar Barani menepis imej miring LSM Lembahtari terhadap rekomendasi yang dikeluarkan.Menurutnya, selain membuka lapangan kerja bagi warga Tamiang, pengelolaan hutan bakau juga memberikan provisi sumber daya hutan, dan dana reboisasi (PSDH-DR) daerah.
BBU dalam permohonannya kepada Gubernur tidak pernah memiliki niat untuk menghancurkan kawasan hutan bakau di sana. Namun sistim pengelolaannya dengan cara melakukan penanaman kembali (reboisisi) dan merehabilitasi kerusakan hutan bakau yang terjadi selama ini di kawasan tersebut. “Tujuan PT BBU untuk memelihara hutan bakau yang telah dirusak sebelumnya oleh orang–orang tak bertanggungjawab di empat kecamatan itu. Program perdana, akan melakukan penanaman bakau secara menyeluruh dan bertahab terhadap luas areal bakau yang telah direkomendasikan,” katanya.
Dia mengatakan, pengelolaan terhadap kawasan hutan mengacu pada Recana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kerja Lima Puluhan Tahun (RKL). “Jadi jelas, kami di sini akan melakukan pelestarian kawasan hutan itu selama tiga tahun. Setelah itu kami baru melakukan penebangan. Itu pun bakau yang sudah masak tebang. Sebab bila tidak ditebang, kayu bakau itu akan menjadi busuk. Jadi dari pada busuk, bisa dimanfaatkan untuk arang,” terang Evizar.
Diam-diam
Secara terpisah Direktur LSM Lembahtari, Sayed Zainal, mengatakan, yang diutarakan PT BBU adalah perencanaan perusahaan tak terlepas dari kepentingan provit. “Persoalan pertama yang kita minta pemerintah melakukan inventarisir kerusakan hutan karena di dalamnya ada penguasaan lahan,” ujarnya. Di sisi lain, konservasi hutan harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Pemkab Aceh Tamiang dan Pemerintah Provinsi Aceh, kata Sayed Zainal, mengeluarkan rekomendasi secara diam-diam sehingga pihaknya mensinyalir ada indikasi makelar dalam pengurusan tersebut.
Menurut Sayed Zainal, jika berbicara kepentingan pengelolaan hutan bakau, tidak harus dengan eksplotasi. Namun bisa dilakukan dengan konservasi. Pemkab Tamiang bisa membentuk kelompok warga untuk konservasi, terlebih pemerintah pusat menyediakan dana reboisasi hutan bakau. “Apa mereka bisa menjamin nelayan mudah cari makan, yang dipaparkan sekarang kan impian perusahaan,” ujar Sayed Zainal(md)
Sumber : Serambi Indonesia, 23 April 2010