HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tri Purwo Handoyo Sang Pelopor Pengelolaan Sampah Organik Berasal Dari Lampung Utara

Tak selamanya sampah  dianggap sumber penyakit dan seonggokan barang yang tidak bermanfaat. Pejuang Lingkungan - Justru di tangan Tri Purw...

Tak selamanya sampah  dianggap sumber penyakit dan seonggokan barang yang tidak bermanfaat.

Pejuang Lingkungan - Justru di tangan Tri Purwo Handoyo (53), warga Kelurahan Rejosari,  Kecamatan Kota Bumi, Kabupaten Lampung Utara, sampah bisa bernilai.

Tiada hari tanpa bercengkrama dengan sampah. Baginya, sampah adalah  teman baik dan dapat bernilai ekonomis untuk keluarga.


Setiap hari, rumah tangga mengeluarkan sampah organik dan anorganik.


"Sampah anorganik dari rumah ini, saya kumpulkan lalu diberikan pada  tukang rongsok," kata Tri Handoyo, saat ditemui Kompas, beberapa  waktu lalu.


Sebisa mungkin, dia mengurangi penggunaan sampah plastik, membantu bumi  untuk mengurangi bebannya.


Memang, volume sampah di kabupaten tempatnya tinggal belum seberapa.


Lahan masih luas dan jumlah penduduk juga tidak padat.


Namun, dia berpikir ke depan bukan tidak mungkin daerahnya menjadi  penghasil sampah terbanyak.


"Karena itu, saya terpanggil untuk mencari cara bagaimana sampah rumah  tangga bisa terkelola," kata dia.


Mengembangkan terobosan pengelolaan sampah organik 
Sejak tahun 2009, Tri mencari terobosan mengelola sampah organik yang  tidak mengeluarkan bau.  "Saya browsing mencari metodenya dan akhirnya berhasil," kata dia.

Seorang alumni sekolah perkebunan ini, menemukan metode pengurai sampah organik dengan cairan MOL.


Cairan MOL, bisa didapat bahan bakunya dari dapur sendiri. Seperti air  cucian beras dicampurkan dengan gula atau air kelapa, kecap, sisa madu  dan juga campuran sisa-sisa potongan buah atau kulit buah.


"Biarkan sampai mengeluarkan bau seperti tapai kurang lebih 1 minggu,"  ujar dia.  Cairan ini disemprotkan ke dalam komposer yang sudah berisikan sampah  organik.


Bahan tersebut berfungsi untuk mempercepat proses penguraian sampah  organik.


"Cara mengelolanya, saya memisahkan jenis sampah terlebih dahulu,  kemudian mencacahnya menjadi bagian kecil," ujar dia.


Tujuannya, agar organisme mudah untuk memproses sampah yang dihasilkan  dari rumah tangga.  Sampah tersebut dimasukan ke dalam komposter yang terbuat dari ember.


Di  dalamnya memuat komponen pipa yang berfungsi sebagai alat bernafas  sampah.


Kemudian, selang atau keran untuk mengeluarkan cairan lalu dibuatkan  seperti pintu di sisi samping untuk mengeluarkan sampah yang sudah  terproses.


"Untuk memisahkan cairan dengan ampasnya, disediakan seperti tengahan  panci penanak nasi," kata dia.


Model komposer yang digunakan untuk mengelola sampah organik yang dikembangkam Tri Purwo Handoyo


Diikuti tetangga

Untuk membangun kesadaran bersama di tengah masyarakat rupanya tidak  mudah.

Beberapa kali Tri mencoba untuk mengajak partisipasi masyarakat tetapi selalu tidak pernah membuahkan hasil.


"Butuh waktu 10 tahun untuk bisa membuat warga mau mengelola sampah  rumahnya sendiri," kata Tri.


Tetapi, Tri tidak pernah putus asa. Dia terus mengembangkan di rumahnya  sendiri.


Di sekeliling rumahnya penuh dengan tanaman. Mulai dari sayuran, cabai,  tomat, bawang dan buah-buahan.


"Hampir dipastikan istri saya tidak pernah membeli sayuran lagi karena kebutuhan sayuran kami sudah ada di halaman sendiri," ujar dia.


Kerimbunan halaman rumah, rupanya menarik perhatian tetangganya atau  siapapun yang datang bertamu ke rumahnya.


Akhirnya, metode pengelolaan sampah organik menjadi gerakan bersama di  lingkungan tempat tinggal Tri.  Tersedia satu gentong komposer untuk menampung tiga sampah rumah tangga.


Setiap teras rumah tangga, sejak tahun 2017, berjejer tanaman organik  yang dapat mereka nikmati sendiri.  Tidak sampai di situ saja, metode pengelolaan sampah yang dikembangkan  oleh Tri, rupanya dikembangkan di kecamatan lainnya, bahkan juga  digunakan untuk mengelola sampah Pasar Wonomarto di Kabupaten Lampung  Utara.


"Hasil kompos yang terkelola, digunakan untuk memupuk tanaman padi di  sawah-sawah para petani. Tetapi, saya sendiri belum tahu bagaimana hasil  uji cobanya karena ini masih sangat baru," tutur dia.

Penulis: Kontributor Lampung, Eni Muslihah | Kompas