Pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional Lulut-Nambo, atau biasa disingkat TPPAS Nambo, dilanjutkan kembali setela...
Pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional Lulut-Nambo, atau biasa disingkat TPPAS Nambo, dilanjutkan kembali setelah lebih dari 15 tahun terkatung-katung. Kelanjutan TPPAS ini ditandai dengan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada 21 Desember lalu.
Pengelolaan Sampah Secara Modern - “Setelah negosiasi dan kesepakatan akhir yang saya lakukan selama tiga bulan, hari ini bisa groundbreaking TPPAS ini,” kata Ridwan di Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Bogor, Jumat 21 Desember 2018. “Kita memulai sebuah proses yang dalam hitungan 18 bulan akan selesai sehingga fasilitas ini bisa digunakan di Juli 2020.”
Pria yang biasa disapa Emil itu mengklaim, pengolahan sampah di Nambo ini akan menjadi fasilitas pengolah sampah moderen pertama di Indonesia. Teknologi yang digunakan adalah MBT (Mechanical Biological Treatment) untuk mengubah sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
Pemerintah provinsi Jawa Barat telah menjalin kerja sama dengan PT Jabar Bersih Lestari (PT JBL) sebagai pemenang lelang proyek pengolahan sampah regional. Nilai investasi proyek tersebut menembus 46 juta dolar AS atau sekitar Rp 600 miliar.
“PT JBL menyediakan infrastruktur,” kata Emil. “Ini proyek pertama dan akan menjadi pelopor dalam pengolahan sampah secara moderen dalam skala besar di Indonesia.”
TPPAS Regional Lulut-Nambo diprakarsai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan mulai direncanakan pada 2002 melalui kajian Jabodetabek Waste Management Corporation (JWMC). Pemerintah Jawa Barat menindaklanjuti rencana itu dengan menyusun berbagai dokumen terkait lingkungan dan sosial.
TPPAS di kawasan Nambo ini berada di atas lahan seluas 55 hektare, terdiri dari lahan pemerintah Kabupaten Bogor 15 hektare dan sisanya adalah lahan milik Perhutani yang bisa digunakan atas dasar pinjam pakai.
Awalnya, TPPAS di kawasan Desa Nambo hanya untuk menangani sampah dari Kabupaten Bogor. Namun seiring perkembangan, Kota Bogor dan Kota Depok menyatakan turut dalam pemanfaatan TPPAS ini. Karena itu lokasi pengolahan dikembangkan menjadi skala regional dengan kapasitas operasi sebesar 1.500 ton/hari.
Belakangan, kapasitas pengolahan sampah ditingkatkan menjadi 1.800 ton/hari setelah pemerintah Kota Tangerang Selatan juga menyatakan turut memanfaatkan TPPAS.
Direktur Utama PT JBL Doyun Yu mengatakan, teknologi MBT dirancang untuk menghasilkan RDF dan kompos. Teknologi utama berasal dari Korea dan Jerman. “Teknologi pemilah sampah mekanis berasal dari Korea, dan teknologi bio-drying berasal dari Jerman. Keduanya merupakan komponen utama yang paling penting,” kata dia.
Dengan teknologi MBT itu nanti sampah diolah menjadi bahan bakar alternatif RDF. Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah sampah menjadi RDF itu sekitar 3 minggu. Doyun mengatakan, fasilitas pengolah sampah menjadi RDF yang akan dibangun ditahap pertama ditargetkan memiliki kapasitas mengolah sampah hingga volume 1.500 ton per hari. “Tapi kami berencana meningkatkannya menjadi 1.650 ton per hari,” kata dia.
Agar pengerjaan proyek bisa sesuai target, Ridwan Kamil mengimbau agar pemerintah Kabupaten Bogor mengawal pembangunan TPPAS Nambo. “Makanya saya titip kepada pemerintah wilayah, untuk memastikan tidak ada dinamika yang tidak perlu,” katanya.
Penulis: Ahmad Fikri | Tempo
Pengelolaan Sampah Secara Modern - “Setelah negosiasi dan kesepakatan akhir yang saya lakukan selama tiga bulan, hari ini bisa groundbreaking TPPAS ini,” kata Ridwan di Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Bogor, Jumat 21 Desember 2018. “Kita memulai sebuah proses yang dalam hitungan 18 bulan akan selesai sehingga fasilitas ini bisa digunakan di Juli 2020.”
Pria yang biasa disapa Emil itu mengklaim, pengolahan sampah di Nambo ini akan menjadi fasilitas pengolah sampah moderen pertama di Indonesia. Teknologi yang digunakan adalah MBT (Mechanical Biological Treatment) untuk mengubah sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
Pemerintah provinsi Jawa Barat telah menjalin kerja sama dengan PT Jabar Bersih Lestari (PT JBL) sebagai pemenang lelang proyek pengolahan sampah regional. Nilai investasi proyek tersebut menembus 46 juta dolar AS atau sekitar Rp 600 miliar.
“PT JBL menyediakan infrastruktur,” kata Emil. “Ini proyek pertama dan akan menjadi pelopor dalam pengolahan sampah secara moderen dalam skala besar di Indonesia.”
TPPAS Regional Lulut-Nambo diprakarsai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan mulai direncanakan pada 2002 melalui kajian Jabodetabek Waste Management Corporation (JWMC). Pemerintah Jawa Barat menindaklanjuti rencana itu dengan menyusun berbagai dokumen terkait lingkungan dan sosial.
TPPAS di kawasan Nambo ini berada di atas lahan seluas 55 hektare, terdiri dari lahan pemerintah Kabupaten Bogor 15 hektare dan sisanya adalah lahan milik Perhutani yang bisa digunakan atas dasar pinjam pakai.
Awalnya, TPPAS di kawasan Desa Nambo hanya untuk menangani sampah dari Kabupaten Bogor. Namun seiring perkembangan, Kota Bogor dan Kota Depok menyatakan turut dalam pemanfaatan TPPAS ini. Karena itu lokasi pengolahan dikembangkan menjadi skala regional dengan kapasitas operasi sebesar 1.500 ton/hari.
Belakangan, kapasitas pengolahan sampah ditingkatkan menjadi 1.800 ton/hari setelah pemerintah Kota Tangerang Selatan juga menyatakan turut memanfaatkan TPPAS.
Direktur Utama PT JBL Doyun Yu mengatakan, teknologi MBT dirancang untuk menghasilkan RDF dan kompos. Teknologi utama berasal dari Korea dan Jerman. “Teknologi pemilah sampah mekanis berasal dari Korea, dan teknologi bio-drying berasal dari Jerman. Keduanya merupakan komponen utama yang paling penting,” kata dia.
Dengan teknologi MBT itu nanti sampah diolah menjadi bahan bakar alternatif RDF. Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah sampah menjadi RDF itu sekitar 3 minggu. Doyun mengatakan, fasilitas pengolah sampah menjadi RDF yang akan dibangun ditahap pertama ditargetkan memiliki kapasitas mengolah sampah hingga volume 1.500 ton per hari. “Tapi kami berencana meningkatkannya menjadi 1.650 ton per hari,” kata dia.
Agar pengerjaan proyek bisa sesuai target, Ridwan Kamil mengimbau agar pemerintah Kabupaten Bogor mengawal pembangunan TPPAS Nambo. “Makanya saya titip kepada pemerintah wilayah, untuk memastikan tidak ada dinamika yang tidak perlu,” katanya.
Penulis: Ahmad Fikri | Tempo