HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Perencanaan Pembangunan PLTB Membuat Hutan Gunung Slamet Terancam Hancur

Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah yang memiliki hutan tropis alami terakhir di Pulau Jawa dengan berbagai kekayaan flora dan fa...

Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah yang memiliki hutan tropis alami terakhir di Pulau Jawa dengan berbagai kekayaan flora dan fauna khas mulai dari Elang Jawa, Macan Tutul, Anggrek Gunung, hingga spesies Katak yang belum diberi nama, sekarang ini terancam kelestariannya.

Kriminalitas Lingkungan - Kondisi flora dan fauna yang kesemuanya dapat hidup karena rapatnya tutupan hutan lindungsehingga membuat suhu selalu lembab dengan kondisi tanah yang selalu basah karena serapan air yang baik, bisa jadi segera menjadi cerita semata.

Pun dengan kemampuan gunung Slamet yang karena hutan hijau yang dimiliki mampu menyediakan pasokan air melalui ratusan aliran sungai untuk keperluan makhluk hidup di sekitarnya seperti juga masyarakat Banyumas terutama yang amat bergantung pada keberadaan Gunung Slamet ini.

Baru-baru ini, perusahaan pemenang tender Proyek PLTP Baturraden bernama PT. Sejahtera Alam Energy (PT. SAE) yang permodalannya berasal dari 2 perusahaan yaitu STEAG PE GmbH asal Jerman dengan saham 75% dan 25% sisanya dimiliki oleh PT. Trinergy asal Indonesia mulai berupaya untuk membabat habis hutan di lereng selatan Gunung Slamet untuk keperluan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) dengan dalih sebagai proyek nasional.

PT. SAE memegang Izin Panas Bumi (IPB) berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1557 k/30/MEM/2010, yang kemudian diperbarui menjadi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 4577k/30/MEM/2015. Rencananya proyek ini akan membabat 24.660 hektar hutan yang terbentang dari Kec. Kaligua Kab.Brebes sampai Kec. Baturraden Kab.Banyumas.

Dari total kedua lokasi tersebut, tercatat 675 hektarnya adalah merupakan hutan lindung yang terbentuk secara alami selama ribuan tahun dan merupakan rumah bagi flora dan fauna endemik Slamet.

Celakanya lagi, proyek yang kabarnya menelan dana sebesar 7T ini, masih cacat secara kelengkapan dokumen yang hanya berlandaskan UKL-UPL yang tanpa  AMDAL dan tidak mempertimbangkan skala kerusakan yang bisa ditimbulkan dalam jangka panjang. Untuk menjalankan operasinya.

PT. SAE harus memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan. Per 22 Agustus 2014, Kementerian Kehutanan mengeluarkan izin seluas 44 hektar. Namun per 5 Oktober 2016, PT. SAE telah mengantongi IPPKH seluas 488,28 hektar.

Proyek ini juga disinyalir kalangan LSM sebagai proyek yang sama sekali tidak berwawasan untuk kepentingan rakyat. “Hari ini negara telah terbukti lebih berpihak pada pemodal dan korporasi dibanding kepada masyarakat dan kelestarian alam,” ungkap pengurus sebuah LSM yang enggan disebutkan namanya.

“Resiko dan bahaya yang besar akan segera dirasakan masyarakat ketika proyek ini diteruskan. Hari ini PT. SAE sedang melakukan sosialisasi dengan para pemangku kekuasaan di wilayah banyumas tanpa mengundang masyarakat. Mari galang dukungan demi lestarinya slamet, slamet ada bukan untuk dirusak! Tidak ada kompromi atas hal ini PLTPB harus di hentikan dan diusir dari gunung slamet, menjaga alam bukan hanya kewajiban pecinta alam dan aktivis,” tambahnya mengajak.

Penggalangan dukungan untuk menentang proyek ini juga muncul melalui media online. Melalui portal penggalangan dukungan, para aktivis menggalang dukungan untuk meminta presiden mencabut izin eksplorasi yang telah diberikan.

Cukup klik DISINI masyarakat yang peduli bisa segera memberikan dukungannya pencabutan izin tersebut untuk disampaikan Presiden RI Joko Widodo, Gebunernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri ESDM, dan instansi-instansi terkait lainnya. (*)

Penulis: Rohmah Sugiarti