Tiga warga asal Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang gugat bupati setempat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)...
Tiga warga asal Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh
Tamiang gugat bupati setempat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Banda Aceh, 5 Agustus 2016, sekira pukul 10.00 wib. Gugatan dilayangkan
atas dasar dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor 541
Tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Rencana Kegiatan Industri Semen
Kapasitas Produksi 10.000 Ton/Hari Klinker di Kampung Kaloy Kecamatan
Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh oleh PT. Tripa Semen
Aceh.
PortalHijau - Ngatino, 42 tahun, mengaku gugatan itu dilayangkan akibat merasa
adanya ancaman atas menurunnya kualitas hidup dirinya dan keluarganya
berupa ketiadaan lahan garapan perkebunan karet yang selama ini dia
garap akibat dialihkan menjadi wilayah pertambangan dan industri semen.
Begitu pun kekhawatiran yang muncul berupa menurunnya kualitas udara
akibat debu hasil dari kegiatan industri semen dan mengeringnya
sumber-sumber mata air di sekitar wilayahnya akibat dampak dari kegiatan
penambangan bahan baku semen. "Saya sangat tidak rela jika kampung saya
hancur hanya gara-gara dirusak oleh adanya kegiatan penambangan semen
itu!", tegasnya.
Hal lain diutarakan Sutiadi, 43 tahun. Selain tidak ingin
membebaskan lahan perkebunan karetnya untuk kegiatan penambangan bahan
baku semen dan industri semen, dia juga khawatir dampak dari kegiatan
ini dapat mengundang bencana berupa angin kencang. " Perbukitan Karang
Putih yang akan dijadikan lokasi tambang itu bagi masyarakat di Dusun
Kaloy merupakan benteng dari angin yang bisa menerpa ke pemukiman
penduduk tempat saya tinggal." imbuhnya.
Begitu pun M. Menen, 56 tahun, merasa dengan adanya kegiatan
penambangan bahan baku semen dan industri semen dikhawatirkan berdampak
pada makin seringnya terjadi banjir di kampungnya. Menurut Menen,
kondisi hutan disekitar perbukitan Karang Putih diakui telah rusak
akibat adanya kegiatan-kegiatan pembukaan lahan yang berdampak pada
limpasan air hujan yang tidak terkontrol. "Apa lagi jika bukit-bukit itu
diratakan untuk tambang, bisa saja banjir terus melanda perkampungan
kami karena sudah tidak ada lagi penahan-penahan air hujan."
khawatirnya.
Adanya Indikasi Manipulasi dan Pengaburan Informasi
Ketiga masyarakat Kampung Kaloy, dalam melakukan gugatan ke Bupati
Aceh Tamiang didampingi lima orang kuasa hukum tergabung dalam Public
Interest Lawyer - Network (PIL-Net) yang berbasis di Pejaten Barat -
Jakarta. Dari hasil pengkajian dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) PT. Tripa Semen Aceh di lakukan para kuasa hukum
penggugat, ditemukan beberapa kejanggalan diantaranya, dua surat hasil
kajian teknis yang diterbitkan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
(BKPRD) Aceh Tamiang untuk kesesuaian lahan rencana kegiatan industri
semen PT. Tripa Semen Aceh nomor Nomor 004/I/2015, tanggal 29 Januari
2015 dan Nomor 002/II/2016 tanggal 11 Februari 2016 tidak mencantumkan
adanya Kawasan Cagar Alam Geologi.
Dijelaskan salah satu Kuasa Hukum para penggugat, Riesqi
Rahmadiansyah, SH., berdasarkan Qanun Aceh Tamiang Nomor 14 Tahun 2013
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun
2012-2032, kawasan yang saat ini ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP) PT Tripa Semen Aceh khususnya pada komoditas
Batugamping merupakan Kawasan Lindung Geologi berupa Kawasan Cagar Alam
Geologi (Karst). "Adanya Kawasan Karst di wilayah itu diperkuat dengan
adanya laporan-laporan hasil kegiatan ekspedisi LSM KEMPRa dan ISS
tentang inventarisir bentukan Karst dan sebarannya," jelasnya.
Temuan lainnya dijelaskan Riesqi, terdapat adanya indikasi
pemalsuan dokumen berupa tandatangan masyarakat yang menyatakan dukungan
atas hadirnya PT. Tripa Semen Aceh untuk melakukan kegiatan penambangan
dan industri semen. Dari hasil pemeriksaan dokumen, diketahui bentukan
atau karakter tulisan nama-nama dan alamat warga pendukung sama persis.
"Kita juga sudah memastikan itu dengan adanya pengakuan beberapa orang
yang namanya tercantum di dalam dokumen tandatangan itu." ungkap lawyer
berusia muda itu.
Begitu pun dengan banyaknya temuan-temuan lainnya yang terdapat
dalam dokumen AMDAL, sehingga PIL-Net bertekad untuk memperjuangkan
hak-hak para warga terutama penggugat. Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum
Para Penggugat, Andi Muttaqien, SH. pihaknya akan berjuang untuk
membatalkan Surat Keputuan Bupati Aceh Tamiang No 541 Tahun 2016
tersebut demi menyelamatkan masyarakat dari bencana. "Ketika dari awal
sudah dijalani dengan kecurangan, maka dapat dipastikan akan terus
berlanjut dengan kecurangan-kecurangan lainnya yang justru sangat
merugikan masyarakat luas," tegasnya.
Hasil Inventarisir Sebaran Bentukan Karst oleh KEMPRa dan ISS
Hasil kegiatan inventarisir sebaran dan bentukan Karst oleh ISS
(Indonesian Speleological Society) bersama LSM KEMPRa (Kawasan Ekosistem
Mangrove Pantai Sumatera), Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas
Pembangunan (PSMB-UPN) Veteran Yogyakarta dan Jaringan Advokasi Tambang
(JATAM) khususnya Pada Formasi Batugamping Kaloy di Kampung Kaloy,
Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang diketahui kondisi karst
wilayah tersebut sangat produktif terhadap sistem kontrol air bawah
permukaan.
Dijelaskan Petrasa Wacana dari ISS, secara geologis, di sepanjang
jalur Perbuktian Karang Putih banyak dijumpai batugamping yang sudah
termetamorfkan dan batusabak, rekahan-rekahan struktur sudah banyak
terisi oleh urat-urat kuarsa akibat proses mineralisasi batuan. Selain
itu banyak pula ditemukan rekahan-rekahan menyebar di sepanjang batuan
Formasi Batugamping Kaloi. Beberapa telah terjadi proses deformasi atau
tekanan akibat struktur geologi dan membentuk zona-zona hancuran dan
menghasilkan pengisian mineral pada rekahan-rekahan batuan. Sebagian
batuan mengalami proses metamorfisme antara lain; batupasir gampingan,
batulempung dan batulanau. "Rekahan-rekahan yang terbentuk di
batugamping merupakan cikal bakal pembentukan sistem perguaan dan
jaringan sungai bawah tanah pada proses pelarutan di batugamping atau di
sebut karstifikasi." jelasnya.
Menurut Petra, proses Karstifikasi pada Formasi Batugamping di
Kampung Kaloi telah terjadi dari saat Perbukitan Karang Putih dan Alur
Gajah yang disusun oleh batugamping pejal dikitari oleh serpih,
batugamping dan batupasir yang berumur trias. Kemudian proses pelarutan
terjadi hingga saat kini. "Bukti bahwa Formasi Batugamping Kaloi masih
berlangsung dapat dilihat dari banyaknya sistem-sistem gua dan sungai
bawah tanah yang masih aktif sehingga perkembangan dari proses tersebut
telah menghasilkan lorong-lorong gua baik horizontal maupun vertikal."
imbuhnya.
Kurangnya kajian yang kuat tentang kawasan karst, ditegaskan Petra,
berdampak pada kawasan ini dijadikan sebagai objek yang dapat
diperdagangkan. Untuk itu perlu dilakukan analisa dampak lingkungan
secara menyeluruh. Dalam analisa dampak lingkungan berdasarkan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2012 Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst jo. Keputusan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral No 1456.K/20/MEM/2000 Pedoman Pengelolaan
Kawasan Kars tentang perlu dilakukan penyelidikan, dan penetapan
Kawasan Bentang Alam Karst yang bertujuan untuk melindungi, melestarikan
dan mengendalikan pemanfaatannya. "Penyelidikan kawasan Karst di
Formasi Batugamping Kaloi dapat dilakukan dengan melakukan penelitian
mendalam tentang fungsi-fungsi ekologi kawasan yang mencakup aspek
fisik, biotik dan sosial." urainya mendalam.*** Andy Rawa