Hutan lindung yang ditumbuhi pohon pinus seluas lima hektare merupakan kawasan Gunung Sala di Hulu Krueng Seukeuk Bengga, di Kecamatan Tan...
Hutan lindung yang ditumbuhi pohon pinus seluas lima hektare merupakan
kawasan Gunung Sala di Hulu Krueng Seukeuk Bengga, di Kecamatan Tangse,
Pidie, Minggu (3/7) sore terbakar.
PortalHijau - Api diduga berasal dari sisa kayu
bakar yang digunakan pemburu rusa. Kobaran api berhasil diblokir dan
dipadamkan 50 anggota TNI yang dikerahkan dari Kodim 0102 Pidie, dibantu
tim Ranger Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Pidie, bersama 20
warga. Tim ini bergerak cepat dibawah komando Dandim 0102 Pidie, Letkol
Inf Usik Samwa P.
Camat Tangse, Ir M Jakfar, Senin (4/7) mengatakan, lokasi terbakar Gunung berada di hutan pinus yang jauh dari permukiman penduduk.
Meski tidak mengganggu aktivitas warga gampong terdekat, namun api bisa menjalar dan meluas hingga merusak hutan dan meningkatkan ancaman gangguan hewan liar seperti gajah dan harimau, terhadap warga.
Untuk
mencapai lokasi tersebut, tim yang digerakkan untuk memadamkan api
harus menempuh medan terjal dan upaya pemadaman pun harus dilakukan
secara manual. Yakni dengan memukul-mukul menggunakan kayu basah. Api
berhasil dipadamkan pukul 04.00 WIB, dini hari.
“Areal hutan yang terbakar seluas mencapai lima hektare, dan api baru padam setelah empat jam tim bekerja di lokasi,” katanya.
Menurut sejumlah warga, hutan
di sepanjang aliran Krueng Seukeuk Bengga, Kecamatan Tangse, cukup
ramai aktivitas layaknya ibu kota kecamatan. Manusia yang
beraktivitaspun bukan cuma warga lokal yang berkebun, namun juga para
pelaku ilegal logging, dan pemburu.
Mulai dari pemburu rusa,
pemburu batu alam, pemburu buah jernang (buah rotan untuk bahan baku
industri), hingga pemburu emas (ilegal mining).
Warga mengatakan
ramainya aktivitas manusia ini juga lah yang menyebabkan gajah liar
sering melampiaskan amarahnya kepada penduduk lokal (gampong sekitar
pegunungan Tangse). Ditambah lagi aktivitas ilegal logging dan
penambangan liar membuat kawasan hutan lindung ini rawan bencana alam dan bencana gangguan hewan liar.
“Aktivitas di hutan itu kini lebih ramai dari ibu kota kecamatan, karena dipenuhi orang-orang yang melakukan kegiatan tanpa izin. Saat terjadi kebakaran hutan atau gangguan hewan liar, pemerintah sibuk menanggulanginya. Sementara terhadap aktivitas yang merusak hutan, pemerintah tak pernah tegas,” kata Yusuf, pemuda peduli lingkungan di Tangse.
Ia menantang aparat pemerintah mencari sampai dapat orang yang menyebabkan kebakaran hutan itu, dan menghukumnya dengan berat. “Kejadian seperti ini (kebakaran hutan dan gangguan gajah) sangat sering terjadi, khususnya saat musim kemarau,” katanya.(yat)
Penulis: Bakri