PortalHijau - Seberapa dramatis dampak bencana alam tergantung pada situasi masyarakat di sebuah negara. Negara mana yang paling teranca...
PortalHijau - Seberapa dramatis dampak bencana alam tergantung pada situasi masyarakat
di sebuah negara. Negara mana yang paling terancam dapat dilihat pada
indeks risiko bahaya bencana alam sedunia, atau "Weltrisikoindex".
Bencana benar melanda Haiti 2010. Akibat bencana alam dengan kekuatan
7,0 pada Skala Richter sekitar 220.000 orang tewas. Sekitar setahun
setelahnya, di Selandia Baru juga terjadi gempa bumi yang hampir serupa.
187 orang tewas akibat bencana tersebut. Sebesar apa dampak gempa bumi,
angin topan, banjir atau kekeringan, ternyata sangat tergantung pada
faktor masyarakat. Haiti dianggap "negara gagal", lebih dari separuh
warga negara itu hidup dalam kemiskinan, sementara Selandia Baru adalah
negara kaya yang demokratis.
Risiko Besar bagi Negara Kepulauan Tropis
"Kerentanan sebuah masyarakat dalam menghadapi bahaya dari alam jauh
lebih penting daripada bahaya itu dan intensitasnya," demikian
dikatakan Jörn Birkmann dari Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa di
Bonn. Ia menjadi salah satu penulis indeks risiko 2012.
Indeks tersebut
disusun bersama organisasi bantuan "Bündnis Entwicklung Hilft" (Ikatan
Bantuan Pembangunan) dan diterbitkan Rabu, 12 September 2012 sebagai
bagian laporan risiko bahaya di seluruh dunia. Daftar itu mencakup 173
negara, dan keterangan besarnya risiko yang dihadapi negara itu, jika
terjadi bencana alam besar atau jika permukaan laut naik.
Menurut indeks itu, tiga negara kepulauan di Samudera Pasifik memiliki
risiko terbesar. Vanuatu menghadapi risiko terbesar, yaitu 36,31%.
Berikutnya Tonga (28,62 %) dan Filipina (27,98 %). Kepulauan Karibia,
kawasan Amerika Tengah dan negara-negara Afrika di sebelah selatan
wilayah Sahel juga termasuk daerah berisiko tinggi. Sebaliknya Katar
berada di ranking terakhir, dengan risiko lebih rendah dari 1%.
Jerman berada di posisi 146, dengan risiko 3,27%. Dengan demikian Jerman
termasuk dalam kategori paling baik, dalam lima kategori risiko.
"Indeks Risiko Dunia mencatat tingkat bahaya akibat bencana alam.
Tetapi
juga menunjukkan sejauh mana kerentanan masyarakat di daerah
bersangkutan," dijelaskan Peter Mucke, pemimpin organisasi "Bündnis
Entwicklung hilft" dalam wawancara dengan DW. "Ini menunjukkan, apakah
masyarakat lemah jika menghadapi bencana, apakah pemerintah mempunyai
cara menanggulangi bencana atau kemungkinan untuk mengantisipasi, untuk
mempersiapkan diri menghadapi bencana?"
Masyarakat Yang Rentan
Negara menghadapi masalah serius akibat bencana alam besar, jika
infrastruktur di negara itu tidak berfungsi baik, dan jika situasi
pangan dan tempat tinggal sangat buruk. Demikian penjelasan Jörn
Birkmann dari Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Kapasitas
penanggulangan menjadi aspek, yang diperlukan secara kongkret pada saat
terjadi bencana.
Misalnya tim dokter dan pemerintahan yang berfungsi,"
ujar ilmuwan itu. Kapasitas untuk mengantisipasi terutama mencakup
kesanggupan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan. Misalnya melalui investasi dalam bidang perlindungan
lingkungan atau pendidikan.
Contoh positifnya Belanda. Sebagian negara itu terletak di daerah yang
lebih rendah dari permukaan laut, yang menyebabkan ancaman akan dampak
bencana alam sangat besar. Tanpa tanggul pelindung, daerah-daerah
tersebut sudah tergenang air dari Laut Utara. Tetapi karena adanya
situasi sosial, ekonomi dan institusional yang baik, dalam indeks risiko
Belanda tidak termasuk negara yang sangat terancam, melainkan hanya di
posisi 51.
Bagi Peter Mucke, "Weltrisikoindex" menunjukkan penyebab penting
tingginya risiko bencana di berbagai negara. Di sini politik harus
berperan dan mengambil langkah jelas berdasarkan pengetahuan para
ilmuwan. "Kami ingin, agar di masa depan bantuan darurat dan kerjasama
pembangunan diperhitungkan dan dilaksanakan secara bersama."
Lingkungan hidup adalah faktor utama dalam upaya penanggulangan bencana
alam. Itu ditekankan Michael W. Beck dari organisasi "The Nature
Conservancy", yang juga ikut dalam perumusan laporan risiko bencana di
seluruh dunia. Di seluruh dunia, hingga 85% terumbu karang dan 30-50% hutan bakau rusak parah.
"Terumbu karang dan hutan bakau menjadi
pelindung alamiah daerah pantai, dan memiliki kemampuan regenerasi
serta efisiensi dari segi biaya, yang tidak mungkin dapat dicapai
tanggul atau pemecah gelombang yang terbuat dari beton." Demikian
peringatan pakar biologi laut tersebut. Jadi terumbu karang dan hutan
bakau harus sangat dilindungi. Christina Ruta