PortalHijau - Muhammad Nazir, Ketua Koperasi Rahmatan Lilalamin, yang sekaligus cukong 14 pembalak liar yang ditangkap saat melakukan pen...

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Aceh Timur, AKP Budi Nasuha
menyebutkan, koperasi yang dipimpin oleh Muhammad Nazir, warga Manyak
Payed (Aceh Timur), memang memiliki izin penguasaan lahan di Simpang
Jernih. Namun, dalam kegiatannya, koperasi tersebut menebang kayu di
luar lahannya. “Ini modus yang biasa dilakukan, koperasi atau kelompok
lainnya mengurus izin penguasaan lahan di hutan produksi. Namun, mereka
menebang kayu di luar arealnya.”

Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Timur, Iskandar
mengatakan, hasil pemeriksaan yang telah dilakukan Dinas Kehutanan
memastikan bahwa kayu gelondongan yang disita kepolisian di Kecamatan
Simpang Jernih itu berasal dari luar areal Koperasi Rahmatan Lilalamin.
“Kami telah melakukan pencocokan kayu dan lainnya di hutan lindung yang
berada hingga 1,7 kilometer dari lahan koperasi.”
Iskandar mengatakan, setelah polisi menangkap tersangka dan menyita
kayu ilegal tersebut, tim dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Timur
segera ke lokasi. “Kami yakinkan bahwa koperasi tersebut menyalahi
aturan. Kami mendukung penegakkan hukum ini.”
Rahmad Ishak, warga Simpang Jernih, menuturkan, masyarakat mendukung
upaya kepolisian menangkap para pembalak liar tersebut. “Dulu, kami
tidak pernah merasakan banjir. Sejak hutan dirambah, banjir akrab
merendam daerah kami.”
Rahmad juga menuturkan, masyarakat dari luar Simpang Jernih sering
melakukan pencurian kayu. Ada juga yang bekerja di Koperasi Rahmatan
Lilalamin yang modusnya ternyata mencuri kayu juga. “Untuk memuluskan
aksi pencurian, para cukong mengajak masyarakat Simpang Jernih untuk
ikut menebang dengan iming-iming mendapat bayaran.”
Sebagaimana yang telah diberitakan sebelumnya,
Polres Aceh Timur, Aceh, Kamis (21/4/2016), menangkap 14 pembalak liar
di Desa Rantau Panjang Bidari, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh
Timur. Selain menangkap para tersangka, polisi juga mengamankan lebih
dari 100 ton kayu kualitas tinggi, mesin pemotong kayu, dan alat berat
buldozer.
Para tersangka sudah dua bulan merambah hutan lindung tersebut, dan
langsung mengolah kayu menjadi papan. Mereka menghanyutkan kayu itu
melalui Sungai Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang, untuk dijual ke Medan,
Sumatera Utara, karena harganya lebih mahal. Junaidi Hanafiah - Mongabay