Pemerintah gencar membangun infrastruktur listrik guna mengejar target rasio elektrifikasi. Meski demikian, masalah lingkungan harus tetap...
Teknologi Terbarukan - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman memaparkan, program setrum 35.000 MW yang ditargetkan rampung pada 2019, harus bisa terealisir. Namun, pembangunan pembangkit listrik yang berteknologi tinggi haruslah ramah lingkungan.
Sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN), kata Jarman, pemerintah akan menaikan proporsi pembangkit listrik dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25% di 2020. Sedangkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil ditargetkan turun menjadi 1% saja. "BBM untuk pembangkit di tahun 2025 hanya 1% sebagai backup daerah-daerah remote," ucap Jarman.
KEN tersebut, kata Jarman, dituangkan lebih lanjut dalam draf Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) di mana batubara akan 25%, gas 24%, EBT 25% dan BBM 1% di tahun 2025.
Menurut Jarman, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara tetap dipakai dalam komposisi bauran energi. Batubara merupakan backbone bahan bakar tenaga listrik. Untuk itu keberadaanya tetap dibutuhkan tapi harus meningkatkan teknologi dengan clean coal technology (CCT).
Ke depan, pemerintah akan mengembangkan dua teknologi pembangkit listrik yaitu ultra super critical (USC) dan integrated gasification combined cycle. Pemerintah juga berkomitmen menjaga emisi dengan mengajak semua penyedia energi listrik meningkatkan efisiensi.
Menurut Jarman roadmap ketenagalistrikan di Indonesia adalah teknologi yang ramah lingkungan dan harga listrik yang reasonable.
Penulis: IPE | Inilah