HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Rapat Pembahasan Limbah Pertamina Berakhir Deadlock

PortalHijau.Com - Rapat pembahasan soal limbah Pertamina di Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu berakhir deadlock ...

PortalHijau.Com - Rapat pembahasan soal limbah Pertamina di Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu berakhir deadlock (tanpa keputusan,-red).

Rapat yang digelar di kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Indramayu, Kamis (31/12) itu dilakukan bersama pihak Pertamina EP, angota DPRD Indramayu, Pemerintah Desa Kedungwungu dan Muspika Kecamatan Krangkeng.

Namun rapat yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB itu tidak menghasilkan apa-apa. Pertamina EP tetap mengelak jika pencemaran air di sumur warga adalah hasil dari limbah yang dibuang Pertamina. Pihaknya belum bisa memberi keputusan sebelum ada uji laboratorium. “Maaf Mas, saya lagi buru-buru, kita tunggu saja nanti hasilnya bagaimana,” ungkap salah satu pegawai Pertamina EP usai rapat.

Kepala BLH Indramayu, Aep Surahman melalui Kasi Pencemaran Lingkungan, Didi didampingi stafnya Budi Rahayu, membenarkan bahwa ada kadar garam di sumber mata air warga sekitar 3 persen. Menurutnya, apabila air itu dikonsumsi oleh warga maka akan mengganggu kesehatan warga. “Kalau air tersebut asin, jelas tidak bisa dikonsumsi. Apabila dipaksakan dikonsumsi dalam jangka panjang akan berdampak buruk pada kesehatan masyarakat,” jelasnya.

Terkait hal itu, kata Didi, pihaknya akan berkordinasi dengan SKPD lain bukan hanya Pertamina untuk mengambil langkah penanganan limbah itu. “Kami tidak bisa menentukan waktunya, yang jelasnya kajian ini membutuhkan waktu yang lama,” imbuhnya.

Sementara Kepala Desa Kedungwungu, Ahmad Fuadi menilai permasalahan itu karena adanya misskomunikasi antara pemerintah desa dan Pertamina. “Pertamina selama ini kurang komunikasi dengan kami, kalau ada teguran baru berkomunikasi,” ujarnya.

Dia pun mengaku kecewa karena dalam rapat pembahasan itu tidak menghasilkan apa-apa. “Mestinya dalam rapat tersebut ada hasilnya yang menyatakan bahwa air sumur tersebut tidak asin dan tidak tercemar atau bagaimana? Itu kan kongkrit, tapi sekarang kan tidak ada,” keluhnya.

Saat ditanya terkait adanya intimindasi kepada warga, pihaknya membantah. Fuadi mengatakan, pihaknya hanya mengarahkan saja selaku stake holder ketika masyarakat akan melakukan aksi unjuk rasa menyikapi permasalahan tersebut. “Saya klarifikasi, bukan intimitasi melainkan pengarahan ketika warga mau menyikapi permasahan tersebut sesuai prosedur,” ungkapnya.

Anggota DPRD Indramayu Dapil 2, Azun Mauzun mengatakan, persoalan limbah yang selama bertahun-tahun menyengsarakan warga Desa Kedungwungu seharusnya membuat aparat desa peka. "Dan seharusnya melindungi, mengayomi dan membela warganya bukan Pertamina," tegasnya.

Pembelaan kepala desa terhadap Pertamina, kata Azun, terlihat ketika pihaknya bertanya kepada pihak Pertamina namun kepala desa tersebut yang menjawabnya. "Saya heran, ada apa ini? Kenapa yang dibela Pertamina bukan warganya?" tanya Azun.

Sikap kepala desa tersebut, ucap Azun, akan menjadi catatan DPRD Indramayu. Sedangkan untuk pihak Pertamina seharusnya juga berpatok pada teori ketika di lapangan.

"Kenyataanya yang terjadi selama 5 tahun warga menderita seperti ini belum ada perbaikan sistem limbah," katanya.

Dia menuturkan, DPRD Indramayu akan mengundang pihak-pihak terkait untuk membahas permasalahan ini kembali. Pihaknya pun akan melibatkan semua komisi karena ini menyangkut tentang kehidupan orang banyak terlebih di Kecamatan Krangkeng akan dijadikan sentra mina tani.

Anggota Komisi D DPRD Indramayu, Muhaemin menambahkan, pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan kunjungan secara resmi ke lokasi pembuangan limbah Pertamina EP untuk mengecek secara langsung bukti fisik tersebut untuk dicarikan solusinya. “Dari hasil kunjungan tersebut, nanti kami akan undang pihak-pihak terkait baik dinas maupun Pertamina EP,” katanya.

Sementara salah seorang warga Desa Kedungwungu, Daroji mengaku selama bertahun-tahun dirinya baru mendapatkan 3 kali ganti rugi sebesar Rp 1.900.000 per 100 bata. "Saya punya 1 hektare sawah di sebelah selatan kolam limbah Pertamina," keluhnya. (AGS) Irwan Surya Pramana