PortalHijau.Com - Kondisi Kota Probolinggo dalam kaitannya dengan dampak perubahan iklim. Salah satu sektor yang rentan akibat perubaha...
PortalHijau.Com - Kondisi Kota Probolinggo dalam
kaitannya dengan dampak perubahan iklim. Salah satu sektor yang rentan
akibat perubahan iklim adalah sektor pertanian. Pada sektor ini,
serangan hama pada tanaman, mundurnya waktu panen, cuaca ekstrem yang
menyebabkan banjir dan kekeringan, serta penurunan kualitas komoditas
yang seharusnya panen pada musim kemarau, menjadi dampak-dampak negatif
dari perubahan iklim yang terjadi di Kota Probolinggo.
Sebagai
kota yang 60% produksi padinya dilayani dari kota itu sendiri, isu
ketahanan pangan pun muncul ditengah kondisi yang mempersulit aktivitas
pertanian sekarang ini. Disaat yang bersamaan, kebiasaan petani dalam
menggunakan pupuk dan pestisida kimia selama bertahun–tahun menyebabkan
lahan pertanian menjadi tidak berkelanjutan.
Selain
tidak bisa menggantikan unsur hara, pupuk kimia membuat tekstur tanah
semakin keras jika dipakai terus menerus. Disamping itu kebiasaan petani
menggunakan pupuk kimia ternyata berkontribusi pada produksi gas metana
yang juga mempengaruhi perubahan iklim. Menyadari kondisi tersebut,
Komite Pengarah dan Komite Teknis Perubahan Iklim dan Pembangunan
Berkelanjutan Kota Probolinggo berkolaborasi dengan APEKSI dan Mercy
Corps Indonesia melalui program ACCCRN (Asian Cities Climate Change
Resilience Network) untuk melaksanakan kegiatan pengembangan pertanian
organik di kota tersebut, khususnya di Kelompok Tani Bangu Jaya di
Kelurahan Sumber Taman.
Penerapan
Penggunaan Pupuk Organik pada Pertanian Padi dan Jagung Tidak kurang
dari 100 orang petani dari Kelompok Tani dan Kelompok Wanita Tani Bangu
Jaya terlibat dalam pengembangan kapasitas mereka untuk mempraktikan
pertanian organik di lahannya. Selain mendapat pengenalan metode
pertanian organik, para petani diajak untuk praktik dalam sekolah lapang
untuk komoditas padi dan jagung.
Dinas
Pertanian, mengungkapkan sekitar 78 petani tetap berkomitmen untuk
melanjutkan praktik pertanian organik di wilayahnya. Petani merupakan
kelompok rentan terhadap dampak perubahan iklim akibat sulitnya
memprediksi musim dewasa ini. Petani memanfaatkan kotoran ternak untuk
diolah menjadi pupuk organik (dokumentasi program ACCCRN). Para petani
menyadari bahwa penggunaan pupuk organik dapat membantu keberlanjutan
kegiatan pertanian.
Pada
kondisi ideal, proporsi bahan penyusun tanah adalah 45% bahan mineral,
5% bahan organik, 25% air, dan 25% udara. Komposisi ideal tersebut yang
berusaha dikembalikan oleh para petani agar kualitas tanah ke depannya
tidak memburuk akibat terpapar bahan kimia yang berlebihan. “Penggunaan
pupuk organik terbukti menghasilkan komoditas yang lebih aman
dikonsumsi.
Kualitas
tanaman lebih baik seperti terlihat dari warna daun yang lebih segar.
Kemampuan membuat pupuk organik juga memberi kesempatan pada petani
untuk menambah penghasilan. Semoga ke depannya lebih banyak petani yang
beralih kembali ke yang alami.” – Nur Huzaimah, Kelompok Tani Bangu Jaya
Selain memperoleh benefit secara kualitas, ternyata para petani juga
memanfaatkan peluang ekonomis dari tren produk organik yang sekarang
lebih dikenal di masyarakat.
Kelompok
Tani Bangu Jaya sekarang bisa mendapatkan sampai 70 orang pembeli
setiap bulannya untuk pupuk organik yang mereka hasilkan. Bahkan, mereka
juga bisa memasarkan hasil pertanian mereka ke pihak swasta yang
membutuhkan pasokan beras organik untuk kebutuhan produknya. Terlebih
lagi, sepanjang tahun 2014 sampai 2015 ini,
Sementara
itu Kepala Dinas Pertanian kota Probolinggo Ir Yudha mengatakan bahwa
perlu disadari bahwa penerapan pertanian organik tidak serta merta
memberi hasil instant yang dapat dirasakan langsung, melainkan
membutuhkan waktu lebih untuk merasakan manfaat nyata dari praktiknya.
Maka perlu komitmen yang nyata dari berbagai pihak untuk mendorong terus
praktik yang baik untuk lingkungan ini”ujarnya. (kur/dra)