PortalHijau.com - Film animasi WALL-E mengisahkan banyak tumpukan sampah di muka bumi karena ulah manusia. Aneka cerita film buatan PIxa...
PortalHijau.com - Film animasi WALL-E mengisahkan banyak tumpukan sampah di muka bumi
karena ulah manusia. Aneka cerita film buatan PIxar ini menceritakan
pada awal abad ke-22, sebuah perusahaan raksasa Buy N Large (BnL)
menguasai perekonomian di Bumi, termasuk pemerintahan. Akibat dipenuhi
sampah yang tidak didaur ulang, Bumi menjadi sangat tercemar sampah
elektronik, sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi terancam.
Sampah elektronik yang melangit membuat bumi tak lagi layak huni. Untuk
mencegah kepunahan manusia, Shelby Forthright (Fred Willard) selaku CEO
Buy N Large, melakukan pengungsian massal dari Bumi selama lima tahun di
atas armada kapal luar angkasa eksekutif—Axiom yang menyediakan setiap
keperluan manusia. Di dalamnya dilengkapi dengan robot-robot yang
semuanya berjalan secara otomatis untuk melayani kebutuhan manusia.
WALL-E dalam film merupakan robot robot penghancur sampah.
Manusia diungsikan sementara pada sebuah pesawat ruang angkasa. Namun,
karena terlalu banyak kehilangan kalsium, bobot manusia meningkat
sehingga aktivitasnya dibantu sepenuhnya oleh robot. Cerita dalam ingin
mengingatkan kita tentang pentingnya daur ulang sampah. Animasi yang
baik itu membuat film WALL-E mendapat penghargaan Oscar—film animasi
terbaik di 2008.
Belum lama ini dalam seminar dengan NGO, organisasi nonprofit tentang
lingkungan mengajak membuat desain bank sampah di kawasan Pesisir Bandar
Lampung, tepatnya di Kecamatan Panjang Utara dan Selatan, yang sudah
dicanangkan. Program ini menggandeng satu kader binaan di setiap
kecamatan.
Rini Murtini, kader pendampingan NGO di Lampung, sudah dua tahun ini ia
aktif di bank sampah. Ia memberikan contoh tentang Lampung Hijau.
Pemanfaatan sampah rumah tangga, ia buat kompos untuk menjadikan pupuk
bagi tanaman sayur di halaman rumahnya. Banyak tetangga sekitarnya di
Panjang yang bertanya-tanya tentang aktivitas barunya ini.
Rini menceritakan kompos yang ia buat dari limbah sayuran organik.
Sebelumnya, ia membuatan mikroorganisme lokal (MOL) untuk mempercepat
proses kompos. Komponennya dari air beras, terasi, gula merah, dan ragi,
difermentasikan selama 5—7 hari. Sampah organik ini dicampur dengan
tanah dan cairan MOL tadi.
Kemudian, Rini, mengajak anak-anak sekitarnya untuk peduli dengan
sampah. Setiap Ahad, ia memberi pengetahuan kepada anak tentang sampah.
Mulai dari lima anak, kini bisa mencapai 40 anak di rumah
belajar—sebutan tempat ia berkumpul dengan anak-anak.
Uniknya, setiap anak yang ingin belajar ini membawa aneka sampah
anorganik, kemudian ia beri buku tabungan untuk menulis catatan bobot
sampahnya. Sampah yang sudah terkumpulkan kemudian dibuatnya kerajinan
tangan seperti tas, kotak tisu, dsb. Sisanya yang tidak terpakai
ditampung ke lapak-lapak sampah. "Jangan takut dengan sampah!" kata
wanita 55 tahun ini.
Ia harap pada anak tersebut punya pola pikir kalau dewasa nanti, bisa
peduli dengan lingkungannya. Anak-anak juga bisa memberikan pendapat
kepada orang tuanya nanti tentang sampah. Seperti yang ditakutkan pada
film WALL-E tadi, siapa tahu pada awal abad ke-22 nanti Bumi penuh
dengan tumpukan sampah! Dian Wahyu Kusuma