Hanya 20% air limbah dunia yang diolah sebelum dibuang ke sungai atau saluran air yang lain. Masyarakat di negara-negara miskin menjad...
Hanya 20% air
limbah dunia yang diolah sebelum dibuang ke sungai atau saluran air yang lain. Masyarakat di negara-negara miskin menjadi pihak yang
paling dirugikan akibat praktik kotor ini.
Mereka harus
menanggung beban merebaknya penyakit yang bersumber dari pasokan air yang
tercemar. Negara miskin hanya memiliki 8% dari kapasitas yang diperlukan untuk
mengolah air limbah ini secara efektif.
Fakta ini
terungkap dari laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis di Nairobi, 2
Februari lalu. Laporan berjudul “Wastewater Management, A UN-Water Analytical
Brief” ini disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), United Nations
Environment Programme (UNEP) dan UN-Habitat, mewakili UN-Water.
Laporan ini
menggarisbawahi pentingnya negara-negara dunia untuk menjadikan aksi pengolahan
limbah sebagai agenda pembangunan pasca-2015.
Populasi dunia
diperkirakan akan berlipat ganda dalam empat dekade ke depan. Menurut laporan
PBB, jika tidak ditangani secara serius, masalah air limbah akan terus
menjadi ancaman bagi kesehatan manusia, mengganggu aktivitas ekonomi dan
ketersediaan air bersih.
Laporan ini juga
menekankan bahwa tata kelola air limbah telah diabaikan seiring dengan maraknya
komersialisasi air minum. Situasi ini diperparah oleh kacaunya tata kelola air
di berbagai negara dan penggunaan teknologi pengolahan air yang berbeda-beda.
Menurut Achim Steiner, Direktur Eksekutif UNEP, sebanyak 70% air
limbah industri di Negara berkembang dibuang sembarang dan tidak diolah.
Masalah ini diperparah oleh pembuangan air limbah rumah tangga dan limbah dari
sektor pertanian, yang merusak sepertiga dari keanekaragaman hayati di sungai,
danau dan lahan basah dunia.
Menurut Steiner,
saatnya mengubah tantangan menjadi peluang. Sektor pertanian menggunakan 70%
air dunia. Penggunaan air limbah yang telah diolah untuk pertanian terus
meningkat. Sebanyak 20-45 juta hektar lahan pertanian di seluruh dunia
sudah menggunakan air jenis ini.
Contoh di atas
hanyalah salah satu contoh kebijakan yang – apabila didukung oleh kebijakan dan
teknologi – akan memerbaiki kualitas pengelolaan air dunia pasca 2015.
Afrika adalah
salah satu benua yang paling banyak menghadapi masalah air limbah ini. Ribuan
orang meninggal setiap hari dan menderita penyakit akibat masalah air dan
sanitasi. Berdasarkan laporan “2014 Africa Water and Sanitation Report”, lebih
dari 547 juta rakyat Afrika kekurangan akses sanitasi dasar sehingga memicu
penyakit, kematian prematur dan tidak mampu mengikuti pelajaran sekolah.
Kerugian yang
diderita oleh benua hitam ini dalam bentuk Produk Domestik Bruto mencapai
miliaran dolar AS. Kenya, misalnya, berdasarkan data dari Economics of
Sanitation Initiative, mengalami kerugian US$347 juta akibat masalah sanitasi
ini – 0,9% dari Produk Domestik Bruto. (hijauku.com)