PortalHijau.co m - Pertumbuhan perusahaan tambang dan mineral di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sangat pesat pascatsunami. Kini, ada ...
PortalHijau.com - Pertumbuhan perusahaan tambang dan mineral di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
sangat pesat pascatsunami. Kini, ada 134 perusahaan di seantero provinsi itu,
yang mengantongi izin beroperasi.
Sayangnya, yang benar bekerja dari semuanya, hanya sekitar 36
perusahaan. Lainnya, belum bekerja karena tidak memiliki kemampuan secara
teknis atau terganjal masalah izin dari Kementerian Kehutanan karena lokasi
pertambangan berada di hutan lindung.
“Banyak perusahaan yang tidak memiliki kemampuan teknis
mengelola tambang sehingga mereka tidak bisa beroperasi. Bahkan ada beberapa
perusahaan yang hanya coba-coba dalam mengelola pertambangan,” ujar Kepala
Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Said Iksan, Kamis (12/6).
"Sekarang sangat banyak perusahaan tambang yang telah memiliki izin di Aceh. Jumlahnya mencapai 134 perusahaan. Mereka bekerja di sejumlah daerah di Aceh. Jika mereka tidak bekerja atau mengelola pertambangan dengan baik, akan menimbulkan bencana bagi Provinsi Aceh,” tuturnya.
Terkait perusahaan pertambangan yang tidak mendapat izin dari Kementerian Kehutanan karena berada di hutan lindung, hingga kini perusahaan-perusahaan tersebut hanya mendapat izin dari bupati setempat.
“Setelah bupati mengeluarkan izin, ternyata pertambangan berada di dalam hutan lindung sehingga Kementerian Kehutanan tidak memberikan izin. Ini juga terjadi karena pemerintah kabupaten/kota tidak selektif dalam mengeluarkan izin,” ujarnya.
Ia mengakui, dari banyaknya perusahaan pertambangan di Aceh, jika perusahaan tersebut salah mengelolanya, Provinsi Aceh akan menuai bencana. Korbannya adalah masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan.
97 Perusahaan
Terkait seruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pembenahan izin pertambangan di sejumlah daerah, Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) pekan depan akan menerjunkan tim investigasi Inspektorat ke Kabupaten Pulau Taliabu. Di sana, disinyalir KPK, ada 97 izin usaha pertambangan (IUP) yang bermasalah.
Kadis Pertambangan Provinsi Malut, Saiful Latif, mengatakan di Ternate, Kamis, untuk eksplorasi pertambangan di Malut terdapat paling banyak IUP bermasalah di Pulau Taliabu Kepsul.
"Salah satunya luas kawasan eksplorasi milik PT Adidaya Tangguh karena menjadi sorotan KPK terhadap izin yang dikeluarkan bupati setempat juga termasuk pembuatan dokumen analisis dampak lingkungan (amdal)," katanya.
Menurutnya, 97 IUP tersebut masuk daftar merah sebagai kawasan yang diduga bermasalah dan dilihat berdasarkan hasil eksplorasi pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sula menjadi pembahasan oleh KPK dan Kejaksaan Agung pada pertemuan dengan berbagai kepala daerah Senin kemarin. Jadi, tinggal ditindaklanjuti saja.
Dari laporan yang disampaikan KPK, banyak lahan perusahaan pertambangan, mineral, dan batu bara, bertumpang-tindih dengan kawasan hutan lindung. (sinarharapan)