HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tamiang Peringkat I Kerusakan KEL di Aceh

Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) Wilayah Aceh, menyatakan, Kab. Aceh Tamiang peringkat pertama terjadi kerusakan hutan lindu...

Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) Wilayah Aceh, menyatakan, Kab. Aceh Tamiang peringkat pertama terjadi kerusakan hutan lindung atau Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Kerusakan terjadi lebih menitikberatkan akibat pembukaan lahan oleh perusahaan lokal. Sementara kerusakan akibat perambahan hutan dengan tujuan bisnis kayu (illegal logging—red) tidak tergolong parah, kecuali pada saat awal terjadi pembukaan lahan.

Demikian dikatakan Manager Operasional BPKEL Wilayah Aceh, Badrul Irfan, SH, melalui pers-relisnya diterima Waspada, Minggu (8/8). Menurutnya, sebagaimana diketahui, pemerintah menugaskan Pemerintah Aceh untuk mengelola Kawasan Ekosistem Leuser.

Salah satu tugas dan wewenang BPKEL adalah melakukan pengelolaan KEL di wilayah dalam bentuk perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari.

Data di BPKEL, kata Badrul, luas KEL secara keseluruhan di Provinsi Aceh adalah ±2.255.577 ha (SK Menhutbun No. 190/Kpts-II/2001), di mana seluruhnya berada di 13 kabupaten/kota di Aceh, salah satunya di Aceh Tamiang dengan luas mencapai ±79.708 ha.

Berdasarkan hasil perolehan data sementara, sambung Badrul, Kab. Aceh Tamiang, merupakan salah satu kabupaten di Aceh yang mengalami kerusakan hutan yang sangat parah sejak beberapa dekade lalu, baik yang disebabkan oleh illegal logging, perambahan dan pemukiman liar.

Badrul menyebutkan, dampak dari kerusakan tersebut di antaranya adalah banjir bandang yang terjadi pada 2006 lalu menyebabkan hampir seluruh daratan Aceh Tamiang terendam, menyebabkan kerugian hingga ratusan miliar rupiah.

Lebih lanjut Badrul menuliskan, luas tutupan hutan di seluruh Aceh Tamiang, termasuk pesisir Aceh Tamiang, berdasarkan citra satelit tahun 2009 hanya tersisa ±56.775 ha atau ±26 persen dari seluruh wilayah Aceh Tamiang. “Masih berupa hutan ±51.291 ha (64.35%), tidak lagi berupa hutan: ±28.417 ha (35.65%),” katanya.

Menurut Badrul, kawasan yang tidak lagi berupa hutan diantaranya adalah telah menjadi perkebunan, lahan pertanian, pemukiman, semak belukar. Dari luas ±28.417 ha lahan yang tidak berupa hutan ini, ±15.017 ha di antaranya berada di dalam Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Taman Nasional di Kab. Aceh Tamiang.

Sementara selebihnya berada dalam Area Penggunaan Lain (APL) yang masih diperbolehkan penggunaannya untuk izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya UU 11 Tahun 2006.

Untuk mengembalikan kawasan hutan negara seluas ±15.017 ha yang telah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan atau pun semak belukar (non hutan), BPKEL menjalin kerjasama dengan Polres Aceh Tamiang dan Pemkab Aceh Tamiang serta Dinas Perkebunan dan kehutanan setempat.(cmad)

Wasapada, 9 Agustus 2010.