Polres Aceh Tamiang menetapkan Direktur PT. Rongoh Mas Lestari, Kecik yang juga pengusaha kebun sawit di Tamiang sebagai tersangka, karena ...

Tersangka dibidik polisi dengan Pasal 78 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Drs Armia Fahmi kepada Serambi, Minggu (8/8), mengakui bahwa pihaknya telah menetapkan Kecik sebagai tersangka pada 28 Juli 2010 terkait pembukaan kebun sawit di kawasan KEL. “Kita juga sedang memeriksa beberapa saksi lainnya karena pengakuan tersangka lahan tersebut dibelinya dari orang lain,” ujar Kapolres.
Secara terpisah, Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) dalam siaran persnya yang ditandatangani Manajer Operasional, Badrul Irfan SH menyebutkan, pelaku menolak menyerahkan lahan yang berada dalam kawasan hutan negara tersebut, sehingga BPKEL melaporkannya secara resmi kepada Polres Aceh Tamiang untuk ditindak secara hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebagai tindak lanjutnya, Polres Aceh Tamiang telah menetapkan Kecik sebagai tersangka tindak pidana pelanggaran UU Nomor 41 Tahun 1999. Itu karena, tersangka diduga atas nama pribadi telah membuka lahan lain seluas 67 ha yang masuk dalam hutan lindung KEL. Di dekat lahan kawasan hutan yang dia duduki itu, terdapat hak guna usaha (HGU) PT Rongoh Mas Lestari (pemegang HGU seluas 317,5 ha).
Pelaku merupakan Direktur PT Rongoh Mas Lestari, namun menurut keterangan, lahan kelapa sawit tersebut dikelola atas namanya pribadi. Untuk melengkapi bukti status lahan yang dijadikan kebun sawit oleh tersangka, BPKEL melakukan pengecekan status lahan dengan mendatangkan ahli dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Medan yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan. Dari hasil pemeriksaan, kebun tersangka ternyata positif berada dalam kawasan hutan lindung.
Pemeriksaan ini juga disaksikan unsur Dishutbun Aceh Tamiang, Polres Aceh Tamiang, pekerja kebun tersangka, serta masyarakat sekitar. Berdasarkan citra satelit tahun 2009, hutan di dalam KEL Kabupaten Aceh Tamiang yang masih berupa hutan lebih kurang 51.291 ha atau setara 64.35%, sedangkan kawasan yang tidak lagi berupa hutan lebih kurang 28.417 ha (35.65%).
Kawasan yang tidak lagi berupa hutan, di antaranya, telah menjadi kebun, lahan pertanian, permukiman, dan semak belukar. Dari luas 28.417 ha yang tidak berupa hutan itu lagi, 15.017 ha berada di dalam hutan lindung, hutan produksi, dan taman nasional di Aceh Tamiang. Selebihnya berada dalam area penggunaan lain yang masih diperbolehkan penggunaannya untuk izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Untuk mengembalikan kawasan hutan negara seluas 15.017 ha yang telah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan ataupun semak belukar (nonhutan), BPKEL menjalin kerja sama dengan Polres Aceh Tamiang dan Pemkab Aceh Tamiang. Hasil yang telah dicapai selama ini, antara lain, 13 perusahaan/individu telah mengembalikan lahannya seluas ± 1.780 ha lahan bertanaman kelapa sawit. Di sekitar lahan yang telah diserahkan ini diperkirakan terdapat ± 5.000 ha lainnya berupa bekas hutan yang telah menjadi semak belukar akibat pernah dibuka oleh para pelaku ilegal yang umumnya akan ditanami kelapa sawit. Bila lahan yang telah rusak ini dihitung maka dapat dikatakan total lahan yang telah diselamatkan oleh BPKEL hampir 7.000 ha. (md)
Serambi Indonesia, 9 Agustus 2010